Berbakti Kepada Orang Tua
Sungguh Merugi orang yang mendapatkan kedua orang tua
nya masih hidup namun dia tidak masuk surga :
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
« رَغِمَ
أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ
كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ »
“Sungguh
terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang
mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya
ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.”(HR. Muslim
Allah memerintahkan dalam banyak sekali ayat dalam Al
Qur’an tentang berbakti kepada kedau orang tua, di antaranya :
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukanNya
dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak…..” [An-Nisa : 36]
Allah berfirman
di dalam surat Al-Isra’ ayat 23-24. Yang menjelaskan agar kita melakukan
yang terbaik untuk kedua orang tua kita, berkata dengan perkataan yang lembut
dan merendahkan diri pada kedua nya :
وَقَضَىٰ
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ
لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia
janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik
kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya
atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya
‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya” [Al-Isra : 23]
وَاخْفِضْ
لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia
dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan
katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya
menyayangiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]
Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,
رِضَا
الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka
Allah tergantung pada
murka orang tua.” (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
murka orang tua.” (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
Juga terdapat dalam surat Luqman ayat 14-15.
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik
kepada orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kalian kepada-Ku
dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah kalian kembali” [Luqman : 14]
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا
تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ
مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu
dengan Aku yang tidak ada pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu
mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik dan
ikuti jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu
maka Aku kabarkan kepadamu apa yang kamu kerjakan” [Luqman : 15]
Berbakti dan taat kepada orang tua terbatas pada
perkara yang ma’ruf. Adapun apabila orang tua menyuruh kepada kekafiran, maka
tidak boleh taat kepada keduanya. Allah berfirman.
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا
لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
“Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan
kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya..” [Al-Ankabut : 8]
Serta surat Al-Ahqaaf ayat 15-16.
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ
كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ
أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ
نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ
صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ
وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
” Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun, ia berdo’a “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk menysukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku
dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridlai, berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya
aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri” [Al-Ahqaaf : 15]
أُولَٰئِكَ
الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ
سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا
يُوعَدُونَ
” Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari
mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni
kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang
benar yang telah dijanjikan kepada mereka” [Al-Ahqaaf : 16]
Hadis Abu Hurairah tentang siapakah
yang berhak dipergauli dengan baik.
عَنْ اَبِي هُرَيرَةَ
رضي الله عنه قال جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال يَا رسولَ
الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ مَنْ؟
قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ
(اخرجه البخاري)
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah
yang berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu
siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab:
“Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab:
“ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2
Dosa Durhaka pada Orang Tua
Sedangkan tentang anak durhaka kepada kedua orang
tuanya terdapat di dalam surat Al-Ahqaaf ayat 17-20.
وَالَّذِي
قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ
الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ
وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ
“Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya,
‘Cis (ah)’ bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku
bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat
sebelumku ? lalu kedua orang tua itu memohon pertolongan kepada Allah seraya
mengatakan, “Celaka kamu, berimanlah ! Sesungguhnya janji Allah adalah benar”
Lalu dia berkata, “Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu”
[Al-Ahqaaf : 17]
أُولَٰئِكَ
الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ
مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan
(adzab) atas mereka, bersama-sama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka
dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi”
[Al-Ahqaaf : 18]
Abu Bakrah berkata,
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ
بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟) ثَلاَثًا، قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ
: ( الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ ) وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا
( أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرُ ) مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتىَّ قُلْتُ لَيْتَهُ
سَكَتَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para
sahabat menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.”Beliau lalu bersabda,
“(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang
tua.” Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya].
(Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan juga ucapan
(sumpah) palsu.” Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata
(dalam hati), “Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Bakroh berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ
ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ مَعَ مَا يَدَّخِرُ
لَهُ مِنَ الْبَغِى وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ
”Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan
balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan
untuknya [diakhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan
memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Abu
Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
DI tambah dengan Kisah uwais Al Qarni, seorang tabiin yang sangat bebakti kepada kedua orang tua, dan di tambahkan kisah Al Aqomah.
0 Comments:
Posting Komentar