Mendudukkan perkara Bid'ah, Maslahah Mursalah dan Istihsan
Uweis Abdulloh
Bin Abdul Muhith
Bin Abdurrohman Bin Ahmad
Disampaikan Dalam Munadhoroh Ilmiyah
Di Ma’had ‘Aly An Nuur Liddirosat Al-Islamiyah
Pada hari/ tanggal : Ahad, 15 Robi’ul Awal 1429 H/ 23 Maret 2008 M
A. Muqoddimah
Segala puji hanya milik Alloh Subhanahu wata'ala dan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam.
Laksana
air mengalir di sungai, berawal dari sumber yang bersih nan suci
setelah menempuh perjalanan jauh dan memakan waktu yang cukup lama maka
tercampurlah dengan kotoran sedikit demi sedikit hingga mengotorinya.
Begitulah kiranya Diinul Islam ini, bersumber dari masa keemasan yang
diemban oleh sebaik-baik manusia dan terlepas dari dorongan hawa nafsu:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى, إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Tidaklah ia berbicara dengan hawa nafsunya kecuali dengan wahyu yang sampai kepadanya”.( An-Najm: 3-4 )
Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam Telah menyampaikan risalahnya secara “Kaamil” Tanpa menyembunyikan salah satupun dari padanya, hingga cahaya kebenaran bersinar menerangi jagad raya.
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاهَالِكٌ ( رواه أحمد )
"Aku
tinggalkan kalian di atas sesuatu yang putih yang malam harinya seperti
siang dan tidak ada yang menyimpang kecuali akan binasa".
Demikian pula generasi penerus beliau, yaitu para sahabat Rodiallahu anhum, Tabi’in
dan Tabi’ut tabi’in juga turut andil dalam menyebarkan Al-Haq di
seantero penjuru hingga mencapai setertiga belahan dunia. Namun dengan berjalannya masa yang menggiring kaum muslimin semakin jauh dari sumber asalnya, menjadikan keorisinilan diin makin
tercemari dengan keinginan-keinginan hawa nafsu dan berbagai syubhat,
maka bermuculan lah perkara bid’ah yang diada-adakan. Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taymiyyah:
واعلم
أن عامة البدع المتعلقة بالعلوم والعبادات في هذا القدر وغيره إنما وقع في
الأ مة في أواخر خلافة الخلفاء الرا شدين كما أخبر به النبي صلى الله عليه
وسلام حيث قال: من يعش منكم بعدي فسيرى إختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنتي
الخلفاء الراشدين المهدين من بعدي ( رواه أبو داود والترمذي )
”Ketahuilah bahwa bid’ah secara umum yang berkaitan dengan ilmu, ibadah dan yang lainnya yang ada pada
ummat terjadi akhir – akhir masa kekhilafahan khulafa’urrosyidin,
sebagai mana yang di khabarkan oleh Nabi shollallohu alaihi wasallam
dalam sabdanya : Barang siapa yang hidup pada
masa sesudahku maka akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka
berpeganglah terhadap sunnahku dan sunnah Khulafa’urrosyidin setelahku (
HR. Abu dawud dan Tirmidzi ). [1]
Semenjak
itulah kebid’ahan mulai menyelimuti kebenaran dengan kegelapan,
pandangan matapun mulai samar-samar hingga sesuatu yang benar dianggap
kesalahan dan kebid’ahan dianggap sunnah. Lebih ironisnya lagi,
terkadang para mubtadi’ menggunakan Hujjah-hujjah yang nampak logis
dalam rangka menjustifikasi perbuatannya tersebut, seperti peristiwa “Jam'ul-Qur’an” dan lain sebagainya, yang membutuhkan kejelian dalam rangka meng Counter pemahaman yang menyimpang ini.
Makalah dengan judul “MENDUDUKKAN PERKARA BID’AH, MASLAHAH MURSALAH DAN ISTIHSAN” ini, semoga bisa membuka cakrawala berfikir kita dan mengarah kepada persepsi yang benar dalam memahami perkara ini. Wallo a'lam bis showab
B. Ta'rif
1. Bid'ah : Secara etimologi ( bahasa ) bid'ah diambil dari kata (بدع – يبدع ) yang ma'nanya ما أحدث على غير مثال سابق " Sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya".[2]
Sedangkan
secara terminologi ( istilah ), menurut Imam As Syatibiy adalah: suatu
jalan yang diada-adakan di dalam diin yang menyerupai syari'at dengan
maksud berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Alloh[3]. Sedangkan
menurut Syaikh Sholih Fauzan Bin Abdulloh Al-Fauzan adalah: Sesuatu
yang diada-adakan yang menyelisihi Sunnah Rosululloh dan para sahabatnya
baik dalam masalah aqidah atau amaliah.[4]
2. Maslahah
Mursalah : Secara
etimologi maslahah adalah "suatu amalan yang ditempuh oleh seseorang
untuk mendapatkan suatu manfa'at bagi dirinya atau kaumnya"[5]. Sedangkan Mursalah adalah : ( المطلقة ) sesuatu yang terlepas/terbebas.
Sedangkan
secara terninologi Ahli Ushul adalah: suatu maslahat yang tidak
disebutkan di dalam syari'at perintah untuk melaksanakannya dan juga
tidak didapatkan pengakuan atau pengingkaran terhadapnya.[6]
3. Istihsan : Secara etimologi Istihsan adalah "menganggap dan meyakini sesuatu sebagi kebaikan"[7], semisal firman Alloh :
الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه
"Orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang ia anggap baik"
Sedangkan
secara terminologi ahli ushul adalah "Berpindah dari satu hukum ke
hukum yang seharusnya diterapkan dalam suatu masalah kepada hokum lain
dikarenakan adanya kesamaan dengan dalil syar'i.[8]
Ada
juga yang mema'nai: Berpindahnya seorang mujtahid dalam menghukumi
sesuatu dari qiyas Dzohir ( nampak ) kepada qiyas Khofiy ( Yang
tersembunyi )[9]
Setelah
mengetahui pengertian di atas maka maksud dari judul ini adalah
menempatka perkara Bid'ah, Maslahah Mursalah dan Istihsan, sesuai dengan
termpat penggunaannya, sehingga tidak terjadi kerancuan ma'na yang
berujung pada penyalahgunaan hal tersebut dalam menjustifikasi sebuah
kesalahan.
B. Bid'ah dan pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat
Berpegang
teguh terhadap Al-Qur'an dan Sunnah merupakan harga mati yang tidak
bisa ditawar lagi bila seseorang ingin selamat dan tidak tersesat dalam
menjalani hidup, terlebih pada zaman yang penuh dengan fitnah syahwat
dan syubhat seperti sekarang ini. Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Dan
sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dan jangan
mengikuti jalan-jalan yang lain itu maka niscaya kalian akan berpecah
belah dari jalannya". ( Al-An am: 153 ).
Dari Ibnu Mas'ud Rodiallohu anhu berkata:[10] Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam
membuat suatu garis lurus dengan tangannya kemudian berkata "inilah
jalanku yang lurus" kemudian ia membuat dari kanan dan kirinya sembari
berkata "dan tidaklah jalan-jalan ini kecuali ada syaitan yang
menggodanya untuk kepadanya. Mereka yang terjerumus kedalam jalan-jalan
tersebut adalah merka yang mengabikan al-qur'an dan sunnah. Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda:
تركت فيكم أمرين لن تضل أبدل إن تمسكتم بهما كتاب الله وسنتي
"Aku
tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat
salama berpegang teguh kepada keduanya yaitu Kitabulloh dan sunnahku".(
HR. Malik )
Ada beberapa penyebab terjerumusnya kaum muslimin dalam kebid'ahan, diantaranya adalah:
1. Bodoh terhadap Diin
Sebagai mana hadits Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam:
إن
الله لا يقبض العلم إنتزعا ينتزعه من العباد ولكن بقبض العلماء حتى إذا لم
يبقى عالما اتخذالناس رؤسا جهالا فسألوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (
رواه البخاري )
"Sesungguhnya
Alloh tidak mengangkat secara langsung dari hambanya akan tetapi dengan
di matikannya para ulama, sehingga manusia megambil pemimpin
orang-orang yang bodoh, merekapun memintainya fatwa dan mereka menjawab
tidak dengan dasar ilmu hingga mereka sesat dan menyesatkan".
- Mengikuti hawa nafsu
Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Siapakah
yang lebih sesat di bandingkan dengan mereka yang mengikuti hawa
nafsunya selain dari petunjuk Alloh. Sesungguhnya Alloh tidak akan
memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dzolim" ( Al-Qoshos: 50 )
- Ta'asshub
Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ
آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا
يَهْتَدُونَ
"Dan
apabila di katakan kepada mereka ikutilah apa yang di turunkan oleh
Alloh maka merkapun berkata, lebih kami mengikuti apa yang di buat oleh
nenek moyang kami meskipun nenek moyang merka adalah oran-orang tidak
berakal dan tidak mendapat petunjuk". ( Al-Baqoroh: 170 )
- Tasyabbuh terhadap orang-orang kafir
Disebutkan
dalam Hadits Waqid Al-laitsi:…Seusai perang tabuk para sahabat yang
baru masuk islam menyaksikan orang-orang yahudi mempunyai pohon yang
mana mereka berthhawaf dan menggantungkan pedang-pedang mereka di sana
yang mereka bernama "Dzatu Anwaat" para sahabatpun berkata wahai
Rosululloh…Buatkanlah bagi kami "Dzatu anwat" sebagaimana yang mereka
punyai. Maka Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersanda :
Allohu Akbar..demi jiwaku yang berada di dalam genggamannya sesungguhnya
kalian telah mengatakan sesuatu yang juga pernah dikatakan orang-orang
bani Isor'il terbadap Musa "Wahai Musa jadikanlah bagi kami tuhan-tuhan
sebagai mana yang mereka miliki, iapun berkata sesungguhnya engkau
adalah kaum yang bodoh". ( Al-A'rof: 138 )[11]
Inilah
di antara penyebab munculnya perbuatan bid'ah yang pada akhirnya
menimbulkan dampak negatif di tengah masyarakat, di antaranya adalah:
- Turunnya murka Alloh Subhanahu Wata'ala
Perbuatan
Bid'ah adalah merupakan salah satu bentuk maksiat kepada Alloh
Subhanahu wata'ala, dan setiap kemaksiatan akan menyebabkan turunnya
murka Alloh. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata :
إن أبغض الأمور إلى الله تعالى البدع
"Sesungguhnya perkara yang paling dimurkai oleh Alloh adalah bid'ah". ( HR. Baihaqi )
- Terabaikannya Sunnah-sunnah Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam
Disebabkan tersebarnya kebid'ahan menjadikan manusia melalaikan sunnah-sunnah rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam
dan lebih cenderung untuk melakukan sesuatu yang diada-adakan tersebut,
terlebih lagi bahwa perbuatan bid'ah tidak akan terlepas dari pada hawa
nafsu yang disenangi oleh kebanyakan manusia. Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda:
ما ابتدع قوم بدعة إلا نزع الله عنهم من السنة مثله
"Tidaklah suatu kaum melakukan kebid'ahan kecuali akan terangkatnya dari mereka satu sunnah yang sejenis" ( HR.Ahmad )
Maksudnya
adalah perbuatan Bid'ah itu akan menduduki wilayah sunnah, setiap kali
seseorang melakukannya maka sunnah yang yang sejenisnya akan terabaikan.
- Terjadinya perpecahan
Sebagaimana
kunci tercapainya persatuan adalah mengikuti jalan Alloh yaitu
Al-Qur'an dan Sunnah, Maka perbuatan Bid'ah adalah di antara penyebab
utama terjadinya perpecahan Ummat Islam dikarenakan melesat dari pedoman
yang seharusnya mereka pegang.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Dan
sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dan jangan
mengikuti jalan-jalan yang lain itu maka niscaya kalian akan berpecah
belah dari jalannya". ( Al-An am: 153 ).
- Berkuasanya kesesatan
Berkata Sufyan Ats Tsauri:
البدعة أحب إلى إبليس من المعصية
"Bida'ah itu lebih di cintai oleh iblis dari pada Bid'ah"[12]
Missi
utama iblis adalah menyebarkan kesesatan di kalangan manusia agar bisa
menjadi bala tentaranya. Maka para pelaku bid'ah adalah sasaran empuk
dan paling disenangi oleh iblis dalam melaksanakan missi tersebut
dibandingkan para pelaku maksiat lainnya. Para
pelaku maksiat masih meyakini bahwa perbuatannya itu salah dan tidak di
benarkan oleh agama, namun para pelaku bid'ah tidak merasa bersalah
bahkan menganggap itulah tuntunan agama sebenarnya.
- Kembalinya kejahiliahan di tengah masyarakat
Pelaku Bid'ah adalah orang yang sombong karena menganggap syari'at yang dibawa Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam
masih kurang sepurna. Berkata Imam Malik: "Barangsiapa yang melakukan
kebid'ahan yang dianggap suatu kebaikan maka pada hakikatnya dia
menganggap bahwa Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam telah menghianati kerosulannya, karena Alloh Subhanahu Wata'ala berfirman: "Hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamamu".( Al Maidah: 3 ). Para
pelaku bid'ah bangga dengan apa yang mereka perbuat, dan menganggap
orang-orang yang tidak mau meniru perbuatannya salah dan menyimpang.
Alloh berfirman :
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُون
"Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki" ( Ar rum: 22 )
D. Contoh-contoh Perbuatan Bid'ah, Maslahah Mursalah Dan Istihsan
Untuk lebih bisa memahami perkara ini tentunya kita harus mengetahui contoh dari masing-masing perkara tersebut.
- Contoh Bid'ah
1. Perayaan Maulid Nabi
Golongan yang pertama kali melaksanakan perayaan ini adalah pecahan dari Syi'ah yaitu Ubaidiyyun dan Fatimiyyun[13].
Ini dikarenakan kecintaan mereka yang berlebihan hingga menganggap
perbuatan ini merupakan implementasi dari pada kecintaan kepada
Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam. Perbuatan ini di
kategorikan sebagai bid'ah karena tidak pernah dicontohkan oleh salaf,
berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah: "Meskipun terdapat perbedaan
pendapat tentang waktu kelahiran beliau akan tetapi para salaf tidak
pernah mencontohkan perbuatan ini ( Maulid Nabi )………Dan andaikata
perbuatan ini adalah suatu kebaikan murni dan bisa di pertanggung
jawabkan maka niscaya para salaf lebih berhak untuk melakukan perbuatan
ini dari pada kita. Karena mereka lebih besar kecintaannya kepada
Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan lebih rakus terhadap
kebaikan. Akan tetapi justru kesempurnaan kecintaan itu terletak pada
ketaatan, ittiba dan menghidupkan sunnah-sunnahnya baik yang dzohir
ataupun yang batin serta turut menyebarkan agama islam dan berjihad
dengan harta, tangan dan lisan, karena jalan inilah yang di tempuh oleh
Assabiquunal awwaluun dari golongan muhajirin dan anshor serta
orang-orang yang mengikutinya.[14]
2. Perayaan Isro' Mi'roj
Dalil
tentang Isro' Mi'roj baik di dalam alqur'an ataupun sunnah, bersifat
umum dan tidak ada penghususan ibadah tertentu sebagaimana yang
dilakukan sebagian kaum muslimin. Misalnya firman Alloh Subhanahu wata'ala:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى...الخ
"Segala puji bagi Alloh Subhanahu Wata'ala yang telah meng Isro' kan hambanya dari masjidil harom ke masjidil aqso…." ( Al-Isro: 1 )
Ini
tidak bisa dijadikan dalil untuk menjustifikasi perbuatan mereka,
karena tidak didapatkan isyarat yang memerintahkan untuk
memperingatinya. Bahkan bila mereka melakukan ritual khusus maka secara
otomatis mereka melakukan kebid'ahan dari sisi penghususan terhadap
sesuatu yang tidak pernah di khususkan oleh Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam.
3. Perayaan 1 Muharram
Ini
adalah salah satu bentuk tasyabbuh terhadap orang-orang kafr pada
perayaan tahun baru masehi. Meski menggunakan label Islam namun hal ini
tidak bisa merubah keharamannya karena tidak pernah di contohkan oleh
salaf dan termasuk perbuatan Bid'ah. Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:
ومن يتولهم منكم فأولئك منهم
"Barang siapa diantara kalian yang berwala' kepada mereka maka termasuk dalam golongannya". ( Al Maidah: 51 )
Rosululloh bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم ( رواه أبو داود )
"Barang siapa yang meniru suatu kaum maka ia termasuk dalam golongan kaum tersebut".
B. Contoh Maslahah Mursalah / Istislah
1. Peristiwa Jam'ul Qur'an
Para Sahabat Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam
bersepakat atas pengumpulan Al Qur'an, meski tidak didapatkan nash
shorih yang memerintahkan perbuatan tersebut. Dari Zaid Bin Tsabit
beliau berkata: "Disampaikan kepada Abu Bakar perihal terjadinya perang
Yamamah dan Umar sedang berada di dekatnya. Abu Bakar berkata: Umar
datang kepadaku dan berkata "Sesungguhnya perang Yamamah telah menelan
banyak korban dari kalangan para penghafal Al Qur'an, dan saya khawatir
pada perperangan selanjutnya akan menghabiskan para Qurro' dan akan
hilang sebahagian besar dari Al-Qur'an. Maka saya berharap agar kiranya
engkau memerintahkan untuk mengumpulkan Al Qur'an menjadi satu". Saya
berkata kepada Umar "Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang tidak
pernah dilakukan oleh Rosululloh?". Berkata Umar "Demi Alloh itu adalah
suatu kebaikan. Umar berulang kali mengusulkan hal tersebut sampai
akhirnya Alloh melapangkan hatiku untuk menerima hal tersebut dan setuju
terhadap pandapatnya.-Berkata Zaid: Betkata Abu Bakat ( Kepadaku
)"Sesungguhnya engkau adalah pemuda yang jenius dan kamu tidak
meragukanmu, dan sesungguhnya engakau telah menulis wahyu dari
Rosululloh, oleh karena itu maka telitilah Al Qur'an dan kumpulkanlah".
Sayapun berkata: andai kata mereka membebankan kepadaku untuk memikul
gunung maka itu lebih ringan bagiku dari apa yang kalian perintahkan
ini. Bagaimana mungkin kalian akan melakukan sesuatu yang tidak pernah
di perintahkan oleh Roululloh..? Dia berkata: Demi Alloh itu adalah
suatu kebaikan. Abu bakar beberapa kali mengulangi tawarannya tersebut
hingga akhirnya Alloh melapangkan hatiku untuk menerimanya penjelasan
Abu Bakar. Maka akupun meneliti Al Qur'an dan mengumpulkan dari dedaunan
dan batu-batu serta yang berada di dada para penghafal. Dan saya mendapatkan akhir dari surat At Taubah pada Khozimah Al Anshori yang saya tidak mendapatkan dari selain dia[15].
Sisi
maslahat yang terdapat pada perkara ini adalah terjaganya Al Qur'an dan
tidak sirna dengan meninggalnya para Huffadz pada masa tersebut.
2. Hukum Had bagi peminum khomr
Para
sahabat bersepakat terhadap penetapan hukum had bagi peminum khomr.
Sebagian Ulama berkata bahwa tidak didapatkan pada masa Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam
had yang tetap bagi peminum khomr, yang ada hanyalah ta'zir. Akan
tetapi pada masa Abu Bakar di tetapkan sebanyak 40 kali. Sedangkan pada
masa Utsman beliau mengumpulkan manusia untuk bermusyawarah, dan ketika
itu Ali mengeluarkan argumentasinya "Barangsiapa yang mabuk maka ia akan
mengigau dan barangsiapa yang mengigau maka dia akan menuduh dusta (
iftiro' ), maka menurutku hukumannya adalah sama dengan Haddul Iftiro".
Sisi
maslahat dari tindakan di atas, para sahabat memandang bahwa meminum
khomr adalah penyebab ketidaksadaran yang mengakibatkan terjadinya
tuduhan dusta ( Al-Iftiro' ) oleh karena itu maka hukumannya disamakan.
3. Dibunuhnya satu kelompok atas pembunuhan seseorang
Diperbolehkan
membunuh sekelompok orang dikarenakan membunuh seseorang. Yang menjadi
sandaran dalil dalam perkara ini adalah Maslahah Mursalah, dikarenakan
tidak adanya Nash yang menjelaskan tentang hal tersebut akan tetapi
dinukil dari Umar Ibnul Khottob. Adapun sisi maslahat perbuatan ini
adalah terjaganya darah yang di haramkan, dan terlaksananya qishos
secara adil, karena pada hakekatnya pembunuhan itu terlaksana atas andil
mereka semua.
4. Pengangkatan Imamah Kubro yang belum mencapai derajat mujtahid pada kondisi tertentu.
Para
ulama bersepakat bahwa yang berhak menduduki posisi Imamah Kubro adalah
mereka yang telah mencapai derajat seorang mujtahid. Akan tetapi
apabila dalam suatu masa tidak didapatkannya seorang yang sampai kepada
derajat mujtahid, dan kondisi menuntut adanya seorang Imam yang akan
menegakkan hukum, dan menjaga kaum muslimin dari gangguan orang-orang
kafir maka hendaknya di angkat seorang Imam yang lebih mendekati derajat
mujtahid. Karena pada posisi semacam ini hanya ada dua pilihan yaitu
antara menyelisihi Ijma' akan tetapi mendatangkan kemaslahatan bagi kaum
muslimin atau tetap bersikeras mensyaratkan Mujtahid hingga terjadi
kerusakan yang besar di tengah-tengah masyarakat.
C. Contoh Istihsan
1. Bagi
orang yang makan dan minum pada saat puasa secara umum dihukumi batal
puasanya. Akan tetapi ini dikecualikan bagi mereka yang melakukannya
karena terlupa, karena ada hadits Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam yang mengatakan:
من نسي وهو صائم فأكل أو شرب فاليتم صومه فإنما أطعمه الله وسقاه ( رواه الترمذي )
"Barang
siapa yang lupa sedang dalam keadaan puasa kemudian ia makan atau
minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya karena Alloh lah yang
memberi makan dan minum kepadanya".[16]
Nah, berpindah dari menghukumi dengan qiyas jaliy kepada qiyas khofiy inilah merupakan contoh pererapan daripada istihsan.
2. Menurut
Madzhab hanafi, sisa minuman burung yang buas seperti burung elang,
gagak dan sebagainya adalah suci dan halal di munum. Hal ini di tetapkan
dengan Istihsan. Menurut qiyas jaliy, sisa minuman burung-burung yang
buas adalah haram di minum karena dikiaskan dengan binatang buas yang
mana air liuarnya berada pada mulutnya yang terbuat dari daging haram.
Akan tetapi menurut qiyas khofiy mulut binatang buas tersebut berbeda
dengan apa yang dimiliki oleh burung, karena mulutnya adalah paruh yang
terbuat dari tulang atau zat tanduk yang tidak najis. Oleh karena itu
maka sisa air minum tersebut tidak bertemu dengan daging haram yang
tercampur dengan liurnya.
3. Ijama'
para ulama di perbolehkan seseorang membuat Akad dengan seseorang untuk
membuatkan sesuatu dalam jangka waktu tertentu dengan harga yang di
tentukan. Secara qiyas hal ini tidak diperbolehkan karena yang di
akadkan pada waktu terjadinya akad tidak hadir di tempat ( ma'dum ).
Namun apabila permasalahan ini kita bawa kepada istihsan, maka hal ini
diperbolehkan karena telah sering di lakukan banyak manusia pada setiap
zaman, akan tetapi tidak didapatkan ulama yang mengingkari hal tersebut.
Maka ijma' ini dijadikan pelarian dari pada qiyas tersebut dalam rangka
menjaga maslahat dan memudahkan manusia.
4. Sujud
tilawah di dalam sholat, dipandang dari sisi qiyas maka sujud ini bisa
diganti ruku' dengan niatan sujud, karena sujud intinya adalah
menampakkan pengagungan kepada Alloh dan ketundukan terhadapnya
menyelisihi orang-orang sombong yang tidak mau sujud. Dan ternyata
keadaan serupa juga bisa terealisasi cukup dengan ruku. Oleh karena itu
kata-kata ruku di dalam Al Qur'an bila di sebutkan secara mutlak sudah
mencakup sujud, sebagaimana firman Alloh: وخر راكعا ) ) yang mana ma'nanya adalah: ( سقط ساجدا ).
Akan tetapi qiyas yang semacam ini terdapat kesalahan, yaitu
diperbolehkannya mengganti suatu bentuk ibadah yang telah di tentukan
caranya dengan ibadah yang lain atau menggantikan ibadah yang hakiki
dengan yang bersifat majazi. Akan tetapi apabila permasalahan ini kita
bawa kepada istihsan maka perbuatan semacam tidak di perbolehkan karena
perintahnya adalah sujud, maka tidak diperbolehkan mengganti sujud
tilawah dengan ruku. Ruku dan sujud di dalam sholat kedua-duanya di
perintahkan: ( يا أيها الذين أمنوا اركعوا واسجدوا ) , maka tidak diperbolehkan melakukan yang satu dalam rangka mengganti yang lain.
D. Perbedaan antara Bid'ah, Maslahah Mursalah dan Istihsan
Yang
menjadi titik tekan pada pembahasan ini adalah perbedaan di antara tiga
perkara tersebut di atas, yang sering dijadikan qiyasan untuk
menjustifikasi perbuatan bid'ah mereka. Adapun perbedaan antara Maslahah
mursalah dan istihsan tidak akan kami bahas secara detail dan mungkin
hanya secara global saja.
1. Beda antara Bid'ah dan Maslahah Mursalah
Sebahagian
kaum muslimin menganggap bahwa Maslahah Mursalah sama halnya dengan
bid'ah dan mereka nisbatkan kepada apa yang pernah terjadi pada masa
sahabat dan tabi'in. Bahkan mereka sampai membagi bid'ah menjadi
beberapa jenis, di antaranya ada bid'ah wajib seperti jam'ul qur'an ,
bid'ah mandub sebagaimana sholat taraweh berjama'ah pada bulan Romadhon,
Mubah, Makruh dan haram. Menurut mereka inti dari maslahah mursalah
adalah tercapainya sebuah maslahah yang tidak di sebutkan di dalam nash
syar'i secara khusus. Kalau kenyataannya semacam ini maka sama halnya
dengan bid'ah. Penerimaan terhadap Maslahah Mursalah juga mewajibkan kita untuk menerima Bid'ah Hasanah karena kedua-duanya masil berada dalam satu rel.
Untuk meluruskan pemahaman ini maka perlu kita jabarkan beberapa penjelasan tentang maslahat sebagaimana berikut.
Jenis-jenis Maslahah di dalam syar'i ada tiga yaitu:
A. Al-Masholih
Al-Mu'tabaroh, yaitu maslahat yang diakui oleh nash syari' sepeti
adanya hukum qishos dalam rangka menjaga jiwa yang di haramkan oleh
Alloh.
B. Al-Masholih Al-Mulghoh, yaitu maslahat yang diingkari oleh syar'i seperti perbuatan zina.
C. Al-Masholih Al-Mursalah, yaitu yang didiamkan oleh syar'i.
Yang
menjadi obyek dalam pembahasan Maslahah mursalah adalah Maslahat yang
tidak didapatkan nash khusus yang mengakuinya dan tidak pula di dapatkan
yang mengingkarinya. Akan tetapi Maslahah Mursalah ini mempunyai
syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi, dan inilah yang
membedakannya dengan apa yang mereka anggap dengan Bid'ah hasanah.
A. Hendaknya maslahat tersebut bersifat hakiki bukan sekedar praduga.
Maksudnya,
penetapan hukum dalam masalah tersebut benar-benar bisa mendatangkan
sebuah maslahat atau mencegah suatu mudhorot. Adapun kalau hanya sekedar
praduga belaka, maka tidak tisebut sebagai maslahah mursalah, akan
tetapi maslahah "wahamiyyah".
B. Hendaknya maslahat tersebut bersifat umum bagi seluruh kaum muslimim dan bukan individual atau kepentingan kelompok tertentu.
C. Hendaknya syari'at tidak menolak keberadaan maslahat tersebut.
Tiga syarat inilah yang tidak terdapat di dalam bid'ah hasanah yang mereka katakana tersebut.
2. Beda antara bid'ah dan istihsan
Di antara para ulama ada yang mengingkari penetapan hukum dengan istihsan di antaranya adalah Imam Syafi'i Rohimahulloh yang masyhur dengan perkataan beliau " من إستحسن فقد شرع " barang siapa yang menetapkan hukum dengan istihsan maka sama halnya dengan membuat syari'at baru.
Adapun yang menjadi landasan mereka dalam menolak Istihsan adalah sebagaimana berikut:
A. Bahwa
tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk menetapkan suatu hukum tanpa
dasar nash atau qiyasan dari suatu nash, karena hal tersebut hanya
bersandarkan kepada hawa. Alloh berfirman Subhanahu wata'ala:
وأن احكم بما أنزل الله ولا تتبع الهوى
"Dan hedaklah kalian menetapkan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Alloh dan janganlah menuruti hawa nafsu".
B. Rosululloh
tidak pernah menfatwakan sesuatu dengan istihsan akan tetapi beliau
melihat kepada wahyu, karena beliau tidaklah mengatakan sesuatu dari
hawa nafsu kecuali dari wahyu yang sampai kepadanya.
C. Istihsan
landasannya adalah akal, dan tidak ada perbedaan antara orang jahil dan
alim di dalamnya. Kalau seandainya Istihsan itu di perbolehkan maka
niscaya di perbolehkan juga seseorang membuat syari'at baru.
Adapun yang menjadi landasan dalil bagi mereka yang memperbolehkan adalah sebagai berikut:
A. Bahwasanya
mengambil sesuatu yang mudah dan meninggalkan yang susah/memberatkan
adalah ada pijakan hukumnya, sebagaimana firman Alloh Subhanahu wata'ala:
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
"Dan Alloh menginginkan atas kalian kemudahan dan tidak menginginkan atas kalian kesusahan"
Demikian pula di ayat yang lain Alloh berfirman Subhanahu wata'ala:
واتبعوا أحسن ما أنزل إليكم من ربكم
"Dan ikutilah apa yang lebih baik dari apa yang di turunkan oleh Robb kalian"
Ibnu Mas'ud berkata:
ما راه المسلمون حسنا فهو عند الله حسنا
"Apa yang dianggap oleh kaum muslimin itu sebagai suatu kebaikan maka di sisi Alloh pula suatu kebaikan".
B. Sesungguhnya
penetapan istihsan adalah berdasarkan kepada dalil yang disepakati oleh
para ulama. Seperti halnya istihsan kepada Nash dalam menghukumi tidak
batalnya puasa karena makan dan minum dalam keadaan lupa, begitu juga
istihsan kepada ijma'.
Kalau
kita mencermati permasalahan di atas pada hakikatnya perbedaan pendapat
yang terjadi diantara mereka berawal dari pendefinisian yang berbeda.
Yang diingkari oleh Imam Syafi'i beserta ulama yang sependapat dengannya
adalah Istihsan yang bersandar hanya kepada hawa nafsu akal manusia
belaka, tidak berlandaskan kepada suatu dalil. Sedangkan definisi yang
ditetapkan oleh para ahli ushul tidaklah demikian, akan tetapi sesuatu
yang ada dalil syar'ienya akan tetapi dialihkan kepada yang lebih kuat
dhilalahnya.
Nah,
celah kecil dalam perbedaan mema'nai Istihsan inilah yang digunakan
landasan bagi para mubtadi' untuk mengatakan bahwa Istihsan adalah
penetapan hukum yang tidak ada dasarnya dalam syar'i lantas mereka
qiyaskan dengan apa yang mereka sebut dengan bid'ah hasah. Ini tentunya
sebuah kesalahan yang nyata.
3. Adapun
perbedaan antara Maslahah Mursalah dan istihsan bisa kita ketahui dari
definisinya. Yaitu Istihsan berawal dari sesuatu yang ada pijakan
nashnya akan tetapi berpindah kepada yang lebih kuat dhilalahnya,
sedangkan Maslahah Mursalah berangkat dari sesuatu yang tidak ada
pijakan nashnya secara khusus.
E. Kesimpulan
1. Perbuatan Bid'ah yang terjadi di tengah masyarakat mempunyai dampak yang sangat negatif dan mengotori kemurnian ajaran islam.
2. Karena
para mubtadi' terkadang menggunakan alasan yang logis dalam
menjustifikasi kesalahan mereka, maka seharusnya bagi para Du'at
mempunyai ilmu dan kejelian dalam rangka meng Counter kekeliruan mereka.
3. Syubhat
penyamaan antara Istihsan, Maslahah Mursalah dan Bid'ah adalah suatu
kesalahan yang fatal dan tidak mempunyai dasar pijakan yang kuat.
4. Kembali
kepada Al-Qur'an dan Sunnah adalah satu-satunya solusi yang harus
ditempuh bagi mereka yang ingin selamat dari sesatnya bid'ah.
F. Referensi
1. Al-Qur'anul Karim, Daaru Ibn Katsir, Cet. 3, Tahun 1426 H / 2005 M
2. Azzahroniy, Aliy Bin Bukhoit, Al-Inkhiroofat Al-Aqdiah Wal Amaliyah, Daru Ar-Risalah, Makkah, Tanpa tahun
3. Al-Imam Al-Hafidz, Al-Qursiy Ad-Damsiqiy, Abul Fida' Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'anul Adzim, Maktabah Al-Ashriyah, Beirut, Cet. 3, Tahun 1420 H / 2000 M
4. Al-Ashimiy An-Najdiy Al-Hambaliy, Abdurrohman Bin Muhammad Bin Qosim, Majmu' Fatawa Ibnu Taymiyah, Tahun 1418 H / 1997 M
5. Al-Alamah Asy-Syaikh, Al-Fatuhiy Al-Hambaliy, Muhammad Bin Ahmad Bin Abdul Aziz Bin Aliy, Syarhu Kaukabul Manar Al-Musamma Bi Muhtashorit Tahrir, Maktabah Al-Ubaikan, Riyadh, Tahun 1418 H / 1997 M
6. DR. Az-Zuhailiy, Wahbah, Ushulul Fiqh Al-Islamiyah, Daarul Fikr Al-Muashir, Damsyiq, Cet. 3, Tahun 1422 H / 2001
7. Al-Imam, Al-Bukhoriy Al-Ja'fiy, Abi Abdulloh Muhammad Isma'il, Sohihul Bukhoriy, Maktabah Syamilah
8. Al-Imam Al-Hafidz Muhammad Bin Hambal, Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah
9. Al-Allamah Al-Imam, Al-Lakhmiy As-Syatibiy Al-Ghornatiy, Abi Ishaq Ibrohim Bin Musa Bin Muhammad, Al-I'toshom, Daaru Hadits, Kairo, Tahun 1424 H / 2003 M
10. Dr. Fathulloh, Washim, Bid'ah dan Dampak Buruknya Bagi Ummat, Pustaka At-Tibyan, Solo-Indonesia, Tahun 1428 H / 2007 M
11. Dr. Sholih Fauzan Bin Abdulloh Al-Fauzan, Muqorrorut Tauhid, Tanpa tahun
12. Abdul Aziz Bin Abdulloh Bin Baz, At Tahdzir Minal Bida' Maktabah Syamilah
13. Al-Lakhmiy As-Syatibiy Al-Ghornatiy, Al-Allamah Al-Imam Abi Ishaq Ibrohim Bin Musa Bin Muhammad, Al-Amru Bil Ittiba' Wan Nahyu Anil Ibtida', Maktabah Syamilah, http://www.alwarraq.com
14. Khutob Mukhtaroh, Maktabah Syamilah
[1]. Majmu fatawa ibnu taymiyyah, juz 10, Hal.254
[2]. Al-Munjid Fil Lughoh, hal.29
[3]. Al-I'tishom. Hal. 28
[4]. Kitabut Tauhid juz.3, Hal.137
[5]. Ilmu Ushulul fiqh, hal.84
[6]. Ibid
[7]. Ibid, Hal.79
[8]. Syarhu kaukabul manar al-musamma bi muhtashorit tahrir, juz: 4, hal: 431
[9]. Ilmu Ushul Fiqh, hal: 79
[10]. Tafsir Ibnu katsir juz.3, hal.152
[11].Musnad Ahmad. 20892, Maktabah Syamilah
[12]. Al amru bil ittiba wannahyu anil ibtida, Maktabah Syamilah juz.1, Hal.2
[13]. Al inkhirofat Al aqdiyyah wal amaliah, hal: 371
[14]. Al inkhirofat Al aqdiyyah wal amaliah, hal: 371
[15]. Shohih Bukhori, Maktabah Syamilah, Bab Jam'ul Qur'an, Hadits 4603
[16]. Ushulul fiqh al islamiy, juz.2, hal. 743
0 Comments:
Posting Komentar