(Syaikh Musthafa al-‘Adawi)
Oleh : Fitra hudaiya
Perintah dan Kedudukan Berbakti pada
Kedua Orang Tua
Berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) memiliki
kedudukan dan martabat yang tinggi. Tak ada dalil yang lebih jelas tentang pentingnya berbakti dan berbuat baik kepada
orang tua daripada perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada keduanya
yang datang setelah perintah untuk beribadah kepada Allah saja, tanpa sekutu
bagi-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala
وَاعْبُدُوا اللهَ وَ لَا
تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئا وَ بِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا
Artinya :“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak…” (an-Nisa: 36)
قُلْ
تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا
وَ بِالْوَالدَيْنِ اِحْسَانًا
Artinya : “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa
yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak...” (al-An’am: 151)
* 4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4
Artinya
:“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya...” (al-Isra:23)
Perhatikanlah
berbagai nash di atas dan bagaimana perintah untuk beribadah kepada Allah tanpa
mempersekutukan-Nya itu disebutkan. Lalu diiringi dengan perintah untuk berbuat
baik pada kedua orang tua, ini menunjukkan bahawa berbakti kepada kedua orang
tua merupakan amal yang yg memiliki derajat yang tinggi.
Sebagaimana
sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu:
“Aku
pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Amal apakah
yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “shalat tepat pada waktunya.”
Ibnu Mas’ud bertanya, “kemudian apa?” Beliau bersabda, “Kemudian berbakti
kepada kedua orang tua.” Ibnu Mas’ud bertanya, “Lalu apa?” Beliau bersabda,
“Jihad fi sabilillah.” Ibnu Mas’ud berkata, “Semua itu disabdakan beliau
kepadaku. Andaikan aku meminta tambahan, tentu beliau menambahkan untukku.”[1]
Dalam
hadits ini, kedudukan berbakti kepada kedua orang tua lebih didahulukan
daripada jihad fi sabilillah[2]
yang merupakan puncak tertinggi ajaran islam. Berbakti kepada keduanya juga
didahulukan daripada menuntut ilmu, bahkan ilmu syar’i sekalipun, jika mencari
ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Namun jika seseorang tidak mengetahui
bagaimana beribadah kepada rabbnya, bagaimana mentauhidkan-Nya, bagaimana tata
cara shalat, atau bagiamana ia menjatuhkan cerai jika ia perlu menceraikan,
maka dalam keadaan demikian menuntut ilmu lebih didahulukan daripada berbakti
pada kedua orang tua.
Perhatikan pula wasiat Allah tentang orang
tua, yaitu dalam ayat di bawah ini:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar’. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Luqman: 13-14)
Setelah adanya larangan melakukan syirik,
datanglah wasiat tentang kedua orang tua. Allah memerintahkan untuk bersyukur
kepada-Nya dan berterima kasih kepada kedua orang tua .
Orang Tua,
pintu surga paling tengah
Berbakti
kepada orang tua akan memasukkan seseorang ke surga dari pintu yang paling
tengah. Imam tirmidzi meriwayatkan dengan sanad dari Abu Darda’ Raadhiyallahu
‘Anhu, bahwa seorang pria datang mendatanginya, lalu berkata, “Sesungguhnya
aku mempunyai seorang istri, sedangkan ibu(ayah) ku memerintahkan untuk
menceraikannya.” Abu Darda berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الوالد أوسط أبواب الجنّة فإن شئت فأضع ذلك الباب أو
احفظه.
Artinya :”Orang tua adalah pintu surga yang paling
tengah. Terserah engkau, apakah menyia-nyiakan pintu itu atau memeliharanya.”
Seorang
anak takkan bisa membalas budinya hanya dengan cara berbuat baik dan menunaikan hak orang tuanya, kecuali
dengan memerdekakannya.
Pahala
Berbakti pada Orang Tua
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang
shahih dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha : Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Suatu ketika aku
tidur dan bermimpi berada di surga. Kemudian aku mendengar suara seseorang yang
sedang membaca al-Qur’an.” Aku bertanya, “Siapakah ini?” mereka menjawab, “ini Haritsah bin Nu’man.”
Lau Rasulullah bersabda kepada Aisyah: “Begitulah berbakti itu, begitulah
berbakti itu.”
Haritsah dikenal
sebagai orang yang sangat berbakti kepada ibunya.
Orang yang Bertawasul pada Allah Ta’ala, dengan Baktinya pada Orang Tua
Al-Bukhari dan Muslim[3]
menyebutkan riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: Ketika tiga orang sedang berjalan, mereka
kehujanan. Mereka lalu berlindung dalam sebuah gua di gunung. Tiba-tiba sebuah
batu dari gunung itu jatuh di mulut gua yang mereka masuki sehingga mengurung
mereka di dalamnya. Salah seorang mereka berkata kepada yang lain, ‘Berpikirlah
tentang amal shaleh yang pernah kalian lakukan semata-mata karena Allah,
kemudian berdo’alah kepada Allah seraya bertawasul (membuat perantara)
dengannya. Barang kali Allah akan memberi jalan keluar untuk kalian.’ Maka
salah seorang dari mereka berkata, ‘Ya Allah, dulu saya mempunyai kedua orang
tua yang sudah sangat lanjut usia, seorang istri dan anak-anakku yang masih
kupelihara. Saat aku pulang sore hari membawa ternakku kepada mereka, aku memerah
susu. Aku biasa memberi minum kedua orang tuaku sebelum anak-anakku. Suatu hari,
tempatku mengembala sangat jauh sehingga aku baru pulang ketika hari sudah
sore. Kudapati kedua orang tuaku telah tidur. Aku memerah susu seperti
biasanya. Aku pun membawa bejana susu dan berdiri di samping kedua orang tuaku.
Aku tidak ingin membangunkan keduanya dari tidur. Aku juga tidak ingin memberi
minum anak-anakku sebelum mereka berdua. Sementara anak-anak menjerit
menjerit-jerit di telapak kakiku karena lapar. Keadaan ku dan anak-anakku itu
terus berlangsung hingga fajar menyingsing. Jika engkau mengetahui bahwa aku
melakukan itu semata-mata untuk mencari ridha-Mu, berilah kami satu celah untuk
melihat langit.’ Maka Allah memberikan celah dari batu itu sehingga mereka bisa
melihat langit.
Pelajaran yang dapat dipetik terdapat dalam
ucapannya, “Aku tidak ingin membangun keduanya.” Laki-laki shaleh ini enggan
melakukan sesuatu yang menyebabkan orang tuanya sedikit pun, bahkan untuk
membangunkan kedua orang tuanya untuk minum.
Ibu Lebih Berhak Mendapat Perlakuan Baik
Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih
Muslim,[4]
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu menceritakan:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلّى الله
عليه وسلّم فقال: من أحقّ النّاس بحسن
صحابتي؟ قال: أمّك. قال : ثمّ من؟ قال: أمّك.
قال: ثمّ من؟ قال: أمّك. قال: ثمّ من؟ قال أبوك.
Artinya “seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam lalu bertanya, ‘wahai Rasulullah! Siapakah yang paling berhak
mendapat perlakuan baikku?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu,’ lelaki itu bertanya,
‘kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘kemudian
siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya lagi, ‘lau siapa?’ Beliau
menjawab Ayahmu.”
Dan masih ada
beberapa riwayat lagi yang senada dengan hadits di atas.
Tabi’in yang Tinggi Derajatnya
Umar Radhiyallahu
‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
‘Akan datang kepada kalian Uwais bin Amir bersama Amdad penduduk Yaman,
berasal dari Murad, lalu dari Qarn. Dia dulu mempunyai penyakit belang, lalu
sembuh dari penyakit itu, kecuali satu bagian sebesar uang dirham. Dia memiliki
seorang ibu yang ia selalu berbakti kepadanya. Kalau ia bersumpah atas nama
Allah, niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya. Jika engkau bisa memintannya
agar memohonkan ampunan untukmu, lakukanlah.’[5]
Dalam redaksi lain yang juga
diriwayatkan oleh Muslim, Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
“Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنّ خير التابعين رجل يقال له أويس وله والدة و كان به بياض فمروه
فاليستغفر لكم.
Artinya “Sesungguhnya sebaik-baik tabi’in adalah
seorang lelaki yang dipanggil dengan
Uwais. Ia mempunyai ibu. Dulu ia terkena penyakit belang. Maka suruhlah ia agar
memohonkan ampunan untuk kalian.”
Sekarang kita telah mengetahui bahwa amal yang mengangkat tabi’in
mulia ini pada kedudukan yang tinggi
adalah berbakti kepada kedua orang tua.
Manakah yang
Harus Didahulukan: Ayah atau Ibu
Tampaknya, yang
harus didahulukan adalah pendapat yang lebih benar yaitu apabila berkaitan
dengan tata cara bersikap baik, maka perintah ibu lebih didahulukan, karena ibu
lebih berhak mendapat perlakuan baik. Adapun jika menyangkut persoalan umum
yang biasanya kaum laki-laki memiliki pengalaman yang lebih luas, maka pendapat
ayah lebih didahulukan, Wallaahu A’lam.
Para ahli fiqih
berkata, “Ibu lebih didahulukan dari pada ayah dalam hal nafkah, apabila anak
tidak memiliki harta yang cukup untuk menafkahi keduanya. Karena ibu lebih
banyak bersusah payah dalam mengurusnya, lebih sayang, lebih sering melayani,
lebih banyak susah dalam mengandung,melahirkan dan menyusuinya, kemudian
mendidik, melayani merawatnya, mencurahkan kasih sayangnya ketika sakit, dan
sebagainya.” (Ruuhul Ma’ani, dengan sedikit perubahan redaksi).
Betapa Agungnya Hak Seorang Ibu
Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-
Mufrad [6]
dari jalur Sa’id bin Abu Burdah, ia berkata: “Aku mendengar ayahku bercerita
bahwa Ibnu Umar melihat seorang laki-laki dari Yaman sedang berthawaf di
Baitullah. Ia menggendong ibunya dengan bersenandung:
“Sungguh aku adalah untanya yang
patuh baginya
Jika semua kendaraannya panik maka
aku tak akan pernah panik”
Kemudian ia
berkata, “Wahai Ibnu Umar? Tahukah
engkau dengan apa aku membalas kebaikannya?”
Ibnu Umar menjawab, “Tidak, juga tidak bisa, sekalipun dengan sekali
tarikan nafas.”[7]
Makna Firman Allah Ta’ala:
وَاْخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh sayang.” (al-isra’: 24)
Al-Bukhari meriwayatkan dengan
sanad shahih[8]
dari Urwah bin zubair: “Maksud firman Allah Ta’ala: “Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan”. Adalah jangan mencegah
dari sesuatu yang mereka berdua sukai.”
Al-Hafizh
Ibnu Katsir berkata “maksud firman Allah yang di atas yakni bersikap
tawadhu’lah pada kedua orang tuamu dengan perbuatanmu.”
Al-Qurthubi
berkata: “Firman Allah yang di atas merupakan kiasan dalam belas kasih
sayang pada kedua orang tua dan tunduk sebagaimana ketundukan rakyat kepada
pemimpin dan budak kepada tuannya. Seperti yang dimaksud dalam ucapan Sayyid
bin Musayyab: Dijadikannya khafdhul janah (merendahkan sayap) dan nashbul janah (menegakkan
sayap) sebagai permisalan bagi sayap
burung ketika ia menegakkan sayapnya untuk melndungi anaknya, sedangkan
merendahkan sayap berarti sikap lembut.”
Tentang Dosa Terhadap Orang Tua
1.
Bernasab pada selain ayahnya
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Arak bin Malik[9]
bahwa ia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا ترغبوا عن آبائكم فمن رغب عن أبيه فهو كفر.
Artinya “Janganlah kalian membenci ayah kalian ,
barang siapa yang membenci ayahnya, berarti itu adalah kekufuran.”
Al-Bukhari dan Muslim[10]
meriwayatkan dari Sa’ad bin Abu Waqqash dan Abu Bakrah, keduanya berkata:
“kedua telingaku mendengarnya dan disadari hatiku bahwa Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barabg
siapa yang mengakui dirinya pada selain ayahnya, padahal tahu bahwa itu bukan
ayahnya, maka surga diharamkan baginya.”
2.
Durhaka kepada
kedua orang tua termasuk dosa besar
Al-Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Abu Bakrah , Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
“Maukah aku beritahukan kepada kalian
tentang dosa yang besar yang paling
besar?” Kami menjawab “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda sebanyak tiga
kali: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua….”
3.
Dosa durhaka
terhadap ibu lebih besar dan hukumannya lebih berat
4.
Seorang anak
tidak boleh membalas celaan atau makian ayahnya
5.
Jangan
mencela kedua orang tuamu dan jangan menyebabkan keduanya mencela, yakni dengan
cara kamu mencela ibu/ayah orang lain kemudian orang tersebut mencela ibu mu.
Bakti untuk Kedua Orang Tua yang Telah
Wafat
1.
Mohonkan
ampunan dan kasih sayang Allah untuk kedua orang tua, ketika masih hidup maupun
sudah wafat, karena doa anak shaleh merupakan salah satu amal yang tidak akan
terputus.
2. Jangan mohonkan ampun bagi orang tua yang musyrik,
karena Allah melarang hal tersebut.
3.
Melunasi
utang kedua orang tua.
4.
Menunaikan
haji untuk keduanya.
5.
Tidak
meratapi orang tua ketika wafat, karena ratapan itu bisa menjadi azab baginya
di dalam kubur.
6.
Menunaikan
nadzar untuk kedua orang tua.
7.
Meminta
kerelaan musuh yang pernah dizhalimi oleh orang tua.
8.
Anak
menshalatkan jenazah kedua orang tuanya.
9.
Menyambung
silaturrahim orang-orang yang dicintai oleh orang tuanya, sebagaimana yang
dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pernah
dilakukan oleh Ibnu Umar.
Hal-hal Lain
yang Berkenaan Dengan Orang Tua
1. Wasapadai doa keburukan seorang ayah kepada anaknya
karena doa ini sangat mudah untuk dikabulkan, dan mintalah dimohonkan ampun
oleh orang tua.
2. Ketaatan kepada orang tua hanya dalam kebajikan, jika mereka menyuruh kepada
kemaksiatan atau melanggar hukum Allah maka tidak boleh, sebagaimana yang
tertera dalam al-Qur’an tentang wasiat Luqman terhadap anaknya, dan juga sabda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang melarang tentang menaati
kemaksiatan.
3. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus lebih besar
daripada cinta terhadap orang tua.
4. Tidak boleh bersumpah dengan nama orang tua, tapi
dibolehkan untuk mengatakan: tebusanku ayah dan ibuku, sebagaimana yang pernah
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
5. Wanita tidak boleh menikah tanpa
izin ayahnya.
[7] Yakni tarikan nafas
yang berulang-ulang sehingga terjadi kontraksi yang terjadi pada seorang wanita
ketika ingin melahirkan.
0 Comments:
Posting Komentar