Sabtu, 21 Juni 2014

Bingkisan Terindah untuk Ayah Bunda



Bingkisan Terindah untuk Ayah Bunda
(Syaikh Musthafa al-‘Adawi)
Oleh : Fitra hudaiya


Perintah dan Kedudukan Berbakti pada Kedua Orang Tua
          Berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi. Tak ada dalil yang lebih jelas tentang  pentingnya berbakti dan berbuat baik kepada orang tua daripada perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada keduanya yang datang setelah perintah untuk beribadah kepada Allah saja, tanpa sekutu bagi-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala
وَاعْبُدُوا اللهَ وَ لَا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئا وَ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya :“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak…” (an-Nisa: 36)
قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَ بِالْوَالدَيْنِ اِحْسَانًا
Artinya : “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak...” (al-An’am: 151)

* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4
Artinya  :“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya...” (al-Isra:23)
            Perhatikanlah berbagai nash di atas dan bagaimana perintah untuk beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya itu disebutkan. Lalu diiringi dengan perintah untuk berbuat baik pada kedua orang tua, ini menunjukkan bahawa berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang yg memiliki derajat yang tinggi.
            Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu:
            “Aku pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Amal apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “shalat tepat pada waktunya.” Ibnu Mas’ud bertanya, “kemudian apa?” Beliau bersabda, “Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.” Ibnu Mas’ud bertanya, “Lalu apa?” Beliau bersabda, “Jihad fi sabilillah.” Ibnu Mas’ud berkata, “Semua itu disabdakan beliau kepadaku. Andaikan aku meminta tambahan, tentu beliau menambahkan untukku.”[1]
            Dalam hadits ini, kedudukan berbakti kepada kedua orang tua lebih didahulukan daripada jihad fi sabilillah[2] yang merupakan puncak tertinggi ajaran islam. Berbakti kepada keduanya juga didahulukan daripada menuntut ilmu, bahkan ilmu syar’i sekalipun, jika mencari ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Namun jika seseorang tidak mengetahui bagaimana beribadah kepada rabbnya, bagaimana mentauhidkan-Nya, bagaimana tata cara shalat, atau bagiamana ia menjatuhkan cerai jika ia perlu menceraikan, maka dalam keadaan demikian menuntut ilmu lebih didahulukan daripada berbakti pada kedua orang tua.
Perhatikan pula wasiat Allah tentang orang tua, yaitu dalam  ayat di bawah ini:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Luqman: 13-14)
            Setelah adanya larangan melakukan syirik, datanglah wasiat tentang kedua orang tua. Allah memerintahkan untuk bersyukur kepada-Nya dan berterima kasih kepada kedua orang tua .
Orang Tua, pintu surga paling tengah
            Berbakti kepada orang tua akan memasukkan seseorang ke surga dari pintu yang paling tengah. Imam tirmidzi meriwayatkan dengan sanad dari Abu Darda’ Raadhiyallahu ‘Anhu, bahwa seorang pria datang mendatanginya, lalu berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai seorang istri, sedangkan ibu(ayah) ku memerintahkan untuk menceraikannya.” Abu Darda berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الوالد أوسط أبواب الجنّة فإن شئت فأضع ذلك الباب أو احفظه.
Artinya :”Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Terserah engkau, apakah menyia-nyiakan pintu itu atau memeliharanya.”
            Seorang anak takkan bisa membalas budinya hanya dengan cara berbuat baik  dan menunaikan hak orang tuanya, kecuali dengan memerdekakannya.
Pahala Berbakti pada Orang Tua
          Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
            “Suatu ketika aku tidur dan bermimpi berada di surga. Kemudian aku mendengar suara seseorang yang sedang membaca al-Qur’an.” Aku bertanya, “Siapakah ini?”  mereka menjawab, “ini Haritsah bin Nu’man.” Lau Rasulullah bersabda kepada Aisyah: “Begitulah berbakti itu, begitulah berbakti itu.”
            Haritsah dikenal sebagai orang yang sangat berbakti kepada ibunya.
Orang yang Bertawasul pada Allah Ta’ala, dengan Baktinya pada Orang Tua
          Al-Bukhari dan Muslim[3] menyebutkan riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Ketika tiga orang sedang berjalan, mereka kehujanan. Mereka lalu berlindung dalam sebuah gua di gunung. Tiba-tiba sebuah batu dari gunung itu jatuh di mulut gua yang mereka masuki sehingga mengurung mereka di dalamnya. Salah seorang mereka berkata kepada yang lain, ‘Berpikirlah tentang amal shaleh yang pernah kalian lakukan semata-mata karena Allah, kemudian berdo’alah kepada Allah seraya bertawasul (membuat perantara) dengannya. Barang kali Allah akan memberi jalan keluar untuk kalian.’ Maka salah seorang dari mereka berkata, ‘Ya Allah, dulu saya mempunyai kedua orang tua yang sudah sangat lanjut usia, seorang istri dan anak-anakku yang masih kupelihara. Saat aku pulang sore hari membawa ternakku kepada mereka, aku memerah susu. Aku biasa memberi minum kedua orang tuaku sebelum anak-anakku. Suatu hari, tempatku mengembala sangat jauh sehingga aku baru pulang ketika hari sudah sore. Kudapati kedua orang tuaku telah tidur. Aku memerah susu seperti biasanya. Aku pun membawa bejana susu dan berdiri di samping kedua orang tuaku. Aku tidak ingin membangunkan keduanya dari tidur. Aku juga tidak ingin memberi minum anak-anakku sebelum mereka berdua. Sementara anak-anak menjerit menjerit-jerit di telapak kakiku karena lapar. Keadaan ku dan anak-anakku itu terus berlangsung hingga fajar menyingsing. Jika engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu semata-mata untuk mencari ridha-Mu, berilah kami satu celah untuk melihat langit.’ Maka Allah memberikan celah dari batu itu sehingga mereka bisa melihat langit.
Pelajaran yang dapat dipetik terdapat dalam ucapannya, “Aku tidak ingin membangun keduanya.” Laki-laki shaleh ini enggan melakukan sesuatu yang menyebabkan orang tuanya sedikit pun, bahkan untuk membangunkan kedua orang tuanya untuk minum.
Ibu Lebih Berhak Mendapat Perlakuan Baik
Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim,[4]  Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu menceritakan:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم  فقال: من أحقّ النّاس بحسن صحابتي؟ قال: أمّك. قال : ثمّ من؟ قال: أمّك.  قال: ثمّ من؟ قال: أمّك. قال: ثمّ من؟ قال أبوك.
Artinya “seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu bertanya, ‘wahai Rasulullah! Siapakah yang paling berhak mendapat perlakuan baikku?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu,’ lelaki itu bertanya, ‘kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘kemudian siapa?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya lagi, ‘lau siapa?’ Beliau menjawab Ayahmu.”
            Dan masih ada beberapa riwayat lagi yang senada dengan hadits di atas.
Tabi’in yang Tinggi Derajatnya
            Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Akan datang kepada kalian Uwais bin Amir bersama Amdad penduduk Yaman, berasal dari Murad, lalu dari Qarn. Dia dulu mempunyai penyakit belang, lalu sembuh dari penyakit itu, kecuali satu bagian sebesar uang dirham. Dia memiliki seorang ibu yang ia selalu berbakti kepadanya. Kalau ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya. Jika engkau bisa memintannya agar memohonkan ampunan untukmu, lakukanlah.’[5]
            Dalam redaksi lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim, Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنّ خير التابعين رجل يقال له أويس وله والدة و كان به بياض فمروه فاليستغفر لكم.
Artinya “Sesungguhnya sebaik-baik tabi’in adalah seorang lelaki  yang dipanggil dengan Uwais. Ia mempunyai ibu. Dulu ia terkena penyakit belang. Maka suruhlah ia agar memohonkan ampunan untuk kalian.”
Sekarang kita telah mengetahui bahwa amal yang mengangkat tabi’in mulia ini pada kedudukan  yang tinggi adalah berbakti kepada kedua orang tua.
Manakah yang Harus Didahulukan: Ayah atau Ibu
            Tampaknya, yang harus didahulukan adalah pendapat yang lebih benar yaitu apabila berkaitan dengan tata cara bersikap baik, maka perintah ibu lebih didahulukan, karena ibu lebih berhak mendapat perlakuan baik. Adapun jika menyangkut persoalan umum yang biasanya kaum laki-laki memiliki pengalaman yang lebih luas, maka pendapat ayah lebih didahulukan, Wallaahu A’lam.
            Para ahli fiqih berkata, “Ibu lebih didahulukan dari pada ayah dalam hal nafkah, apabila anak tidak memiliki harta yang cukup untuk menafkahi keduanya. Karena ibu lebih banyak bersusah payah dalam mengurusnya, lebih sayang, lebih sering melayani, lebih banyak susah dalam mengandung,melahirkan dan menyusuinya, kemudian mendidik, melayani merawatnya, mencurahkan kasih sayangnya ketika sakit, dan sebagainya.” (Ruuhul Ma’ani, dengan sedikit perubahan redaksi).
Betapa Agungnya Hak Seorang Ibu
          Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al- Mufrad [6] dari jalur Sa’id bin Abu Burdah, ia berkata: “Aku mendengar ayahku bercerita bahwa Ibnu Umar melihat seorang laki-laki dari Yaman sedang berthawaf di Baitullah. Ia menggendong ibunya dengan bersenandung:
            “Sungguh aku adalah untanya yang patuh baginya
            Jika semua kendaraannya panik maka aku tak akan pernah panik”
            Kemudian ia berkata, “Wahai Ibnu Umar?  Tahukah engkau dengan apa aku membalas kebaikannya?”  Ibnu Umar menjawab, “Tidak, juga tidak bisa, sekalipun dengan sekali tarikan nafas.”[7]
Makna Firman Allah Ta’ala:
وَاْخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh sayang.” (al-isra’: 24)
          Al-Bukhari meriwayatkan dengan sanad shahih[8] dari Urwah bin zubair: “Maksud firman Allah Ta’ala: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan”. Adalah jangan mencegah dari sesuatu yang mereka berdua sukai.”
            Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata “maksud firman Allah yang di atas yakni bersikap tawadhu’lah pada kedua orang tuamu dengan perbuatanmu.”
            Al-Qurthubi  berkata: “Firman Allah yang di atas merupakan kiasan dalam belas kasih sayang pada kedua orang tua dan tunduk sebagaimana ketundukan rakyat kepada pemimpin dan budak kepada tuannya. Seperti yang dimaksud dalam ucapan Sayyid bin Musayyab: Dijadikannya khafdhul janah  (merendahkan sayap) dan nashbul janah (menegakkan sayap)  sebagai permisalan bagi sayap burung ketika ia menegakkan sayapnya untuk melndungi anaknya, sedangkan merendahkan sayap berarti sikap lembut.”
Tentang Dosa Terhadap Orang Tua
1.       Bernasab pada selain ayahnya
            Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Arak bin Malik[9] bahwa ia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘Anhu  berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا ترغبوا عن آبائكم فمن رغب عن أبيه فهو كفر.
Artinya “Janganlah kalian membenci ayah kalian , barang siapa yang membenci ayahnya, berarti itu adalah kekufuran.”
            Al-Bukhari dan Muslim[10]  meriwayatkan dari Sa’ad bin  Abu Waqqash dan Abu Bakrah, keduanya berkata: “kedua telingaku mendengarnya dan disadari hatiku bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda:
            “Barabg siapa yang mengakui dirinya pada selain ayahnya, padahal tahu bahwa itu bukan ayahnya, maka surga diharamkan baginya.”

2.      Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar
Al-Bukhari dan Muslim  meriwayatkan dari Abu Bakrah , Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda:
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa yang  besar yang paling besar?” Kami menjawab “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda sebanyak tiga kali: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua….”
  
3.      Dosa durhaka terhadap ibu lebih besar dan hukumannya lebih berat
4.      Seorang anak tidak boleh membalas celaan atau makian ayahnya
5.      Jangan mencela kedua orang tuamu dan jangan menyebabkan keduanya mencela, yakni dengan cara kamu mencela ibu/ayah orang lain kemudian orang tersebut mencela ibu mu.



Bakti untuk Kedua Orang Tua yang Telah Wafat
1.      Mohonkan ampunan dan kasih sayang Allah untuk kedua orang tua, ketika masih hidup maupun sudah wafat, karena doa anak shaleh merupakan salah satu amal yang tidak akan terputus.
2.      Jangan mohonkan ampun bagi orang tua yang musyrik, karena Allah melarang hal tersebut.
3.      Melunasi utang kedua orang tua.
4.      Menunaikan haji untuk keduanya.
5.      Tidak meratapi orang tua ketika wafat, karena ratapan itu bisa menjadi azab baginya di dalam kubur.
6.      Menunaikan nadzar untuk kedua orang tua.
7.      Meminta kerelaan musuh yang pernah dizhalimi oleh orang tua.
8.      Anak menshalatkan jenazah kedua orang tuanya.
9.      Menyambung silaturrahim orang-orang yang dicintai oleh orang tuanya, sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pernah dilakukan oleh Ibnu Umar.
Hal-hal Lain yang Berkenaan Dengan Orang Tua        
1.      Wasapadai doa keburukan seorang ayah kepada anaknya karena doa ini sangat mudah untuk dikabulkan, dan mintalah dimohonkan ampun oleh orang tua.
2.      Ketaatan kepada orang tua hanya  dalam kebajikan, jika mereka menyuruh kepada kemaksiatan atau melanggar hukum Allah maka tidak boleh, sebagaimana yang tertera dalam al-Qur’an tentang wasiat Luqman terhadap anaknya, dan juga sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang melarang tentang menaati kemaksiatan.
3.      Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus lebih besar daripada cinta terhadap orang tua.
4.      Tidak boleh bersumpah dengan nama orang tua, tapi dibolehkan untuk mengatakan: tebusanku ayah dan ibuku, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
5.       Wanita tidak boleh menikah tanpa izin ayahnya.


[1][1] HR. al-Bukhari, No 5970 dan Muslim, No. 85
[2] Apabila hukum jihad adalah fardhu kifayah.
[3] HR. al-Bukhari No.5974 dan Muslim, No. 2743. Lafazh di atas adalah riwayat muslim.
[4] HR. al-Bukhari dalam al-Fath, No. 5971; dan Muslim dalam Syarah an-Nawawi, No.v/410.
[5] HR. Muslim, No. 2542, hlm. 1969
[6] Al-Adab al-Mufrad, No. 11 I/62, dengan sanad shahih
[7] Yakni tarikan nafas yang berulang-ulang sehingga terjadi kontraksi yang terjadi pada seorang wanita ketika ingin melahirkan.
[8] Al-Adab al-mufrad, atsar no. 9.
[9][9] HR. al-Bukhari, No. 6768 dan Muslim, No. 62
[10] HR. al-Bukhari, No. 6766-6767 dan Muslim, No. 63, hlm. 80.

0 Comments:

Posting Komentar