Kewajiban Membayar Dam Dalam Ihrom
Oleh : Khotibul Umam
DAM ialah Denda atau tebusan bagi mereka yang menunaikan haji atau umrah
tetapi melakukan pelanggaran ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan
oleh pihak penyelenggara haji dan umroh.
DAM yang wajib dalam manasik, sama saja apakah ia meninggalkan yang wajib
atau melakukan yang haram, maka kewajibannya adalah membayar satu kambing
kecuali jika ia dengan sengaja menggauli
istrinya, maka kewajibannya adalah menyembelih seekor unta yang kemudian di
bagikan kepada orang-orang fakir miskin di tanah haram.
Yang
wajib mengeluarkan DAM adalah jika kita melakukan lima hal sebagai berikut :
1.
Meninggalkan
yang wajib, seperti tidak melakukan ihrom dari
miqot atau tidak melempar jumroh, maka ia dikenakan DAM tartib dan ta’dil, yakni
wajib bagi si pelaku menyembelih seekor kambing, dan apabila ia tidak mampu
dikarenakan tidak adanya kambing, maka wajib baginya untuk membeli makanan,
seharga dengan kambing tersebut kemudian di bagikan kepada fakir miskin di
tanah haram, dan apabila tidak mampu juga maka ia wajib berpuasa satu hari
setiap satu mud. Di hitung sesuai dengan harga satu kambing tersebut.
2.
Fidyah karena melakukan larangan ihram, yaitu mencukur rambut, memotong kuku, memakai wangi-wangian, mencumbu
istri dengan syahwat, memakai pakain berjahit yang membentuk lekuk tubuh bagi
laki-laki, memakai sarung tangan, menutup rambut kepala, dan memakai niqob bagi
wanita. Maka ia terkena DAM takhyir dan taqdir, yaitu memilih diantara tiga hal
:
a.
Menyembelih
satu ekor kambing
b.
Memberi
makan kepada enam orang miskin
c.
Berpuasa
selama tiga hari
Alloh SWT
berfirman :
فَمَنْ كَانَ
مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ
صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
Artinya
:” jika ada di antaramu yang sakit atau gangguan di kepalanya (lalu ia
bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu : berpuasa atau bersedekah
atau berkurban” (Al-Baqoroh :196 )
3.
DAM
karena terkepung atau terhambat, orang
yang terhalang, tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umroh, baik
terhalang ditanah halal atau di tanah haram, sedangkan tidak ada jalan lain, maka hendaklah ia bertahallul
dengan menyembelih seekor kambing di tempatnya terhambat itu, dan mencukur
rambut kepalanya, Menyembelih dan bercukur itu hendaklah dengan niat tahallul
(Penghalalan yang Haram). Hal ini berdasarkan firman Alloh ‘azza wa jalla :
(
فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
Artinya :”jika kamu terkepung (terhalang oleh
musuh atau karena sakit) maka ( sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan
jangan lah kamu mencukur kepalamu sampai hewan kurban sampai di tempat
penyembelihannya”) .Al-Baqoroh :196
Dan didalam shahihain {“bahwasanya nabi SAW
bertahallul pada saat hudaibiyah, dikala itu orang-orang kafir menghalanginya
sedangkan ia sedang dalam kondisi seorang muhrim (orang yang sedang
melakukan ibadah umroh)”} dan hendaknya
ia mendahulukan menyembelih binatang dari mencukur
rambutnya, sebagaimana firman Alloh SWT :
وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ
Artinya : “dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai
di tempat”. Al-Baqoroh :196
4.
DAM
yang wajib dibayar oleh orang yang sedang berihrom bila membunuh binatang
buruan darat, maka Dam nya
adalah ia boleh memilih dari tiga hal :
1.
Menyembelih
hewan yang semisal dengan hewan yang ia bunuh
2.
Membeli
makanan yang senilai harganya dengan hewan yang ia bunuh
3.
Atau
berpuasa 1 mud untuk satu hari, dan bilangan ini harus sesuai dengan harga
binatang yang ia bunuh
Hal
ini sebagaimana firman Alloh SWT :
فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا
قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ
الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا
Artinya :”Maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua
orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah
atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau
berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu” (Al-maaidah:95)
5. DAM jima’ yaitu dam yang di wajibkan kepada jamaah haji yang dengan sengaja menggauli
istrinya di tengah-tengah pelaksanaan ibadah haji, maka ia terkena DAM tartib
dan ta’dil yaitu : “yaitu pertama kali wajib menyembelih onta, apabila tidak
mampu boleh menyembelih sapi, apabila tidak mampu boleh menyembelih 7 ekor
kambing, dan apabila tidak mampu maka ia boleh membeli makanan yang seharga
dengan itu, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin di tanah haram tersebut,
namun apabila ia juga tidak mampu, maka ia berpuasa 1 mud untuk satu hari
sampai mencapai nilai semisal dengan kafaroh yang telah di tentukan”. (“bahwasanya
umar bin khattab dan anaknya abdulloh menfatwakan akan hal tersebut, begitu
juga dengan ibnu abbas dan abu hurairoh rasiyallohu ‘anhum”).
v Binatang hadyu itu bisa di sembelih di tempat ia terhambat atau terkepung
atau di tempat selain itu (tanah haram), maka seandainya ia terhambat untuk
melanjutkan ibadah hajinya, baik itu karena ia sakit, atau karena terkepung
oleh musuh, maka ia menyembelih binatang hadyu di tempat ia terhambat tersebut,
sebagaimana Nabi SAW menyembelih di hudaibiyah saat ia terkepung atau terhambat
dalam ibadah ihromnya.
Adapun Dam yang wajib di karenakan ia melakukan sesuatu
yang diharamkan dalam haji, atau meninggalkan salah satu rukun haji maka ia
menyembelih binatang hadyu tersebut ditanah haram, sebagaimana Aloh SWT
berfirman :
هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ
Artinya :” yang dibawa sampai ke Ka'bah” Al-Maaidah : 95
Dan
kemudian dagingnya dibagikan untuk fakir miskin di tanah haram, dan tidak ada
perbedaan antara fakir miskin yang muqim ataupun pendatang, akan tetapi
dibagikan untuk fakir miskin yang muqim itu lebih utama, dan apabila itu
diganti dengan makanan maka wajib baginya untuk memberikan makanan tersebut
kepada fakir miskin di tanah haram.
v Membunuh binatang yang duharamkan dan menebang pohon. Haram hukum bagi
seorang baik ia sedang ihrom ataukah tidak berburu binatang ditanah haram,
begitu juga tidak di perbolehkan baginya untuk menebang pohon atau merusak
tanaman yang ada disana, kecuali tanaman yang sudah kering yang mengganggu
sebagaimana di bolehkan juga untuk membunuh binatang yang berbahaya,
sebagaimana sabda nabi SAW :
إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضَ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَلَمْ يَحِلَّ لِي
إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ وَلَا يَلْتَقِطُ
لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهُ فَقَالَ الْعَبَّاسُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا الْإِذْخِرَ فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوتِهِمْ
قَالَ إِلَّا الْإِذْخِرَ
ِِِ Artinya :"Sesungguhnya negeri
ini telah Allah haramkan (sucikan) sejak hari penciptaan langit dan bumi, maka
dia akan tetap haram dengan ketetapan Allah itu hingga hari kiamat, dan
sesungguhnya tidaklah dihalalkan untuk berperang di dalamnya bagi seorangpun
sebelumku, dan juga tidak dihalalkan bagiku kecuali sesaat saja dalam suatu
hari, maka dia haram dengan ketetapan Allah itu hingga hari kiamat, tidak boleh
ditebang pepohonannya, tidak boleh diburu hewan buruannya dan tidak ditemukan
satupun barang temuan kecuali harus dikembalikan kepada yang mengenalnya
(pemiliknya) dan tidak boleh ditebang pepohonnya". Maka Abbas radhiyallahu
'anhu berkata: "Wahai Rasulullah, kecuali pohon idzkhir yang berguna untuk
wewangian tukang besi mereka (penduduk Makkah) dan rumah-rumah mereka". Beliau bersabda: "Ya, kecuali pohon
idzkhir". (HR. Bukhori
dan Muslim )
Namun di bolehkan mengambil dedaunannya apabila itu di gunakan untuk
kepentingan berobat, karena ini termasuk hajah yakni kebutuhan yang mendesak
yang menyebabkan hal itu di perbolehkan. Karena
kebutuhan ini lebih penting dari izkhir (yang berguna untuk wewangian tukang besi mereka
(penduduk Makkah) dan rumah-rumah mereka).
v Menghajikan orang lain, jika seseorang muslim
telah sanggup untuk menunaikan ibadah haji, namun ia terhalang mengerjakannya
di karenakan sakit atau karena ia sudah tua sehingga tidak mampu mengerjakan
ibadah tersebut, maka tidak mengapa baginya untuk mewakilkan hajinya kepada
orang lain, dalilnya adalah, :
Hadist ibnu abbas radiyallohu ‘anhuma, bahwasanya ada
seorang wanita dari bani khos’am berkata :”wahai rosululloh, sesungguhnya Alloh
SWT telah mewajibkan kepada hambanya untuk mengerjakan ibadah haji, sedangkan
ayahku seorang yang sangat tua yang tidak bisa lagi melakukan perjalanan untuk
menunaikan ibadah haji, apakah aku boleh melaksakan haji untuknya ?, amak nabi
sholloluhu ‘alaihi wasallam menjawab, “ia[1]
Dan barangsiapa yang meninggal, sedangkan ia berkeinginan
untuk melaksanakan ibadah haji atau ingin menyempurnakan keislaman nya, maka hendaklah
walinya melaksanakan iabdah haji untuknya, sebagaimana diriwayatkan :
أن امرأة من جهينة جاءت النبي {صلى الله عليه
وسلم} - فقالت إن أمي نذرت أن تحج فلم تحج حتى ماتت أفأحج عنها قال حجي عنها
“Bahwasanya
seorang wanita dari juhainah mendatangi nabi shololluhu ‘alaihi wasallam, dan
ia bertanya kepada nabi, “sesungguhnya ibuku telah bernazar untuk melaksakan
iabdah haji dan ia belum melaksakannya hingga ia meninggal dunia, maka apakah
aku boleh melaksanaka ibadah haji untuknya ?, maka nabi pun menjawab, “iya,
berhajilah untuknya”.[2]
Dan disyaratkan untuk yang
mewakilkannya :
1.
hendaknya ia telah berhaji untuk dirinya
sendiri
2.
Seseorang yang terpercaya
(tsiqoh)
3.
Hendaknya ia paham akan
hukum-hukum atau tata cara pelaksanaan haji
4.
Dan disunnahkan baginya
disaat mengucapkan talbiyah, mengatakan “labbaika fulan”. Wallohu ‘alam bis
shawab
Refrensi :
1. Ahmad ‘isa ‘asyur, fiqh al-muyassar fil ibadat wal muammalat, hal. 155-157
2. Abdul ‘azhim bin badawi al-khalafi, al-wajiz, hal. 514
3. Syaikh muhammad bin ibrohim bin muhammad at-tuwaijiri, ensiklopedi islam
al-kamil, hal. 856-857
4. Al-‘alamah syaikh muhammad bin qosim al-ghazzi, syarhu mutun abi syuja’,
hal. 49
5. Al-jami’ baina shahihaini al-bukhori, juz2, hal. 7[3]
0 Comments:
Posting Komentar