Senin, 29 Desember 2014

10 Kaedah Iman


Kaedah Pertama; Barang siapa menampakkan keimanan, yakni dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat atau seseorang yang lahir di tengah-tengah keluarga muslim atau sejak kecil diasuh oleh keluarga muslim, dan dia tidak mendatangkan sesuatu yang membatalkan iman, maka ia dihukumi sebagai seorang muslim.

Kaedah Kedua; secara bahasa iman bermakna tashdiq, dan secara syar’i iman bermakna membenarkan semua yang dibawa oleh Rasul Shallallahu alaihi wa sallam dari sisi Allah Azza wa jalla dengan disertai penerimaan dan ketundukan pada semua itu. 


Kaedah ketiga; iman meliputi qaul (perkataan) dan amal (perbuatan). Yang dimaksud dengan qaul adalah ucapan dengan lisan. Kesaksian bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah utusan Allah. Juga meyakini itu dalam hati. Yang dimaksud dengan amal adalah amal hati, lisan, dan anggota badan. Yang termasuk amal hati adalah ikhlas, mahabbah (cinta), ridha, tawakkal, khauf (takut kepada siksa Allah), raja’ (mengharap pahala dari Allah), dan lain sebagainya.

Yang termasuk amal lisan adalah bertasbih, beristighfar, mengucapkan salam kepada saudara muslim, amar ma’ruf nahy mungkar, menasehati, berdakwah, dan lainnya.

Yang termasuk amal anggota badan adalah shalat, jihad, haji, umrah, sedekah, berbakti kepada orang tua, silaturahim (mengunjungi sanak saudara), berbuat baik kepada tetangga, dan lain sebagainya.

Kaedah Keempat; iman bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Imam Ibnu Abdil Barr, “Jama’ah Ahli Atsar, Ahli Fiqih, dan Ahli Fatwa di berbagai kota sepakat bahwa iman bisa bertambah dan bisa berkurang.”[1] 
Mu’adz pernah berkata, “Mari duduk sejenak untuk menambah iman.”

Kaedah Kelima; orang-orang beriman bertingkat-tingkat keimanannya. Iman para Rasul tidaklah seperti iman orang-orang pada umumnya. Bahkan iman orang-orang pada umumnya pun bertingkat-tingkat dengan tingkatan yang sangat beragam.[2]

Kaedah Keenam; seorang hamba tidak keluar dari iman kecuali dengan menolak apa yang dikategorikan sebagai iman. Allah telah menetapkan satu pintu menuju iman. Pintu itu adalah syahadat bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Siapa yang masuk dari pintu ini, dia hanya akan keluar dari pintu ini pula.

Maka perkataan atau perbuatan apapun yang tidak menunjukkan pembatalan terhadap ikrar ini, hanya dengan mengatakannya atau melakukannya tidak akan membatalkan iman. Berzina, mencuri, minum arak dan berbagai kemaksiatan lainnya yang muncul karena mengikuti hawa nafsu, jika pelakunya tidak menyatakan kehalalannya, perbuatan-perbuatan itu tidak membatalkan iman.

Sedangkan mempermainkan syariat, mencela agama, mengingkari suatu yang sudah sangat jelas dari agama ini, menghalalkan dosa-dosa besar, atau menolak sesuatu yang diwajibkan oleh Allah Azza wa jalla, adalah dosa yang menunjukkan pembatalan atas ikrar tersebut. Perbuatan-perbuatan ini adalah Mukaffirah (menyebabkan kafir) dan membatalkan pokok iman.

Diantara pembatal iman kembali pada sepuluh hal;
1.      Syirik dalam mengibadahi Allah,
2.      mengadakan perantara antara dia dan Allah,
3.      tidak mengkafirkan orang musyrik, ragu terhadap kekafiran mereka dan membenarkan madzhab mereka, 4. Meyakini ada petunjuk dan hokum yang lebih baik dari apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
4.      Membenci ajaran yang dibawa oleh Rasul,
5.      Memperolok-olok ajaran Rasul,
6.      Sihir,
7.      Menolong kaum musyrikin untuk memerangi kaum muslimin,
8.      9.Meyakini bahwa ada sebagian manusia ada ang boleh keluar daari syariat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam,
9.      10. Berpaling, tidak mempelajari dan mengamalkan Islam.  

Kaedah Ketujuh; terkadang syari’ (Allah dan Rasul-Nya) menyebut kufur, namun maksudnya bukan kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama dan mengekalkan di neraka.

            Dalam tafsirnya, Al Qasimi menulis, “Jika di dalam hadits ditemukan ungkapan, ‘Barang siapa melakukan ini, maka dia telah musyrik atau kafir,’ maka maksudnya bukanlah kekafiran yang mengeluarkan yang mengeluarkan daari agama dan syirik akbar yang mengeluarkan darai islam; yang hukum-hukum murtad berlaku atas orang yang melakukannya. Na’udzu billah.
Al Bukhari telah membuat satu bab, ‘Bab: Dua kekafiran, kekafiran kepada pasangan dan kekafiran di bawah kekafiran’.” (Mahasinut Ta’wil, V/1307.)

Kaedah Kedelapan; iman terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh sekian cabang; yang tertinggi adalah ucapan La ilaaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan daari jalan.

Kaedah Kesembilan; pada diri seseorang bisa saja terkumpul kekafiran dan keimanan, kemusyrikan dan tauhid, serta takwa dan dosa.
Ibnul Qayyim menulis, “Ini adalah salah satu prinsip ahlus sunnah wal jama’ah yang agung. Dari kaedah ini diambil kesimpulan, seorang mukmin itu bisa dicintai sekaligus dibenci. Dia dicintai sesuai kadar ketaatan dan keimanan yang ada padanya serta sejauh mana mia mengikuti sunnah. Dan dia dibenci dengan kebalikannya.” (Lihat: QS. Yusuf (12): 106 & Ali Imran (3): 167)
Kaedah Kesepuluh; Islam dimanifestasikan dengan ketundukkan lahir dan pelaksanaan syiar-syiar Islam, sedangkan iman dimanifestasikan dengan ketundukkan batin.







[1] Lihat: QS. Al Fath (48): 4, QS. Al Mudatstsir (74): 31, Al Ahzab (33): 22.
[2] Lihat: QS. Fathir (35): 32

0 Comments:

Posting Komentar