Selasa, 23 Desember 2014

VALENTINE'S DAY


VALENTINE'S DAY
SEJARAH KEGELAPAN VD
Perayaan Hari Kasih Sayang ini memiliki perpaduan sebuah tradisi yang bernuansa Kristiani dan Roma kuno. Dan memang ada beberapa versi yang menjelaskan asal muasal perayaan Valentine’s Day. Salah satu versi menyebutkan, dahulu ada seorang pemimpin agama Katolik bernama Valentine bersama rekannya Santo Marius yang secara diam-diam menentang kebijakan pemerintahan Kaisar Claudius II (268-270 M) kala itu. Pasalnya, kaisar tersebut menganggap bahwa seorang pemuda yang belum berkeluarga akan lebih baik performanya ketika berperang. Karena itu, ia melarang para pemuda untuk menikah demi menciptakan prajurit perang yang potensial. Nah, Valentine tidak setuju dengan peraturan tersebut. Ia secara diam-diam tetap menikahkan setiap pasangan muda-mudi yang berniat untuk mengikat janji dalam sebuah perkawinan. Hal ini dilakukannya secara rahasia. Namun ibarat pepatah sepandai-pandai tupai melompat, ia akan jatuh juga. Demikian pula dengan aksi yang dilakukan Valentine, lambat laun pun tercium oleh Claudius II.


Valentine harus menanggung perbuatannya, dijebloskan ke penjara dan diancam hukuman mati. Dalam legenda ini, Valentine didapati jatuh hati kepada anak gadis seorang sipir, penjaga penjara. Gadis yang dikasihinya senantiasa setia untuk menjenguk Valentine di penjara kala itu. Tragisnya, sebelum ajal tiba bagi Valentine, ia meninggalkan pesan dalam sebuah surat untuknya. Ada tiga buah kata yang tertulis sebagai tanda tangannya di akhir surat dan menjadi populer hingga saat ini- “From Your Valentine.”

Ekspresi dari perwujudan cinta Valentine terhadap gadis yang dicintainya itu masih terus digunakan oleh orang-orang masa kini. Sementara itu, The Encyclopedia Britannica, Vol. 12 halaman 242 menyebutkan, kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat The World Book Encyclopedia, 1998).

Sejak itu mengirimkan kartu bertuliskan “Be My Valentine” menjadi tradisi mengikuti hari kasih sayang. Sekitar 200 tahun sesudah kisah di atas, Paus Gelasius meresmikan tanggal 14 Februari tahun 496 sesudah Masehi sebagai hari untuk memperingati Santo Valentine. Gelar Saint atau Santo diberikan karena kebaikan dan ketulusannya menolong muda-mudi yang jatuh cinta untuk melangsungkan pernikahan. Untuk mengagungkan St. Valentine yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cubaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai ‘upacara keagamaan’.

Tetapi sejak abad 16 M, ‘upacara keagamaan’ tersebut mulai berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Lupercalia” yang jatuh pada tanggal 15 Februari. Ya, versi lain tentang Valentine menjelaskan bahwa hari itu berkaitan dengan tradisi kuno bangsa Romawi. Dimulai pada zaman Roma kuno tanggal 14 Febuari, yang merupakan hari raya untuk memperingati Dewi Juno. Ia merupakan ratu dari segala dewa dan dewi kepercayaan bangsa Roma. Orang Romawi pun mengakui kalau dewi ini merupakan dewi bagi kaum perempuan dan perkawinan. Dan sehari setelahnya yaitu tanggal 15 Februari merupakan perayaan Lupercalia.

Pada perayaan Lupercalia inilah, remaja-remaja lelaki dan perempuan harus dipisahkan satu sama lain. Namun, pada malam sebelum Lupercalia, nama-nama anak perempuan Romawi yang sudah ditulis di atas kertas dimasukkan ke dalam botol. Nah, setiap anak lelaki akan menarik sebuah kertas. Dan anak perempuan yang namanya tertulis di atas kertas itulah yang akan menjadi pasangannya selama festival Lupercalia berlangsung, keesokan harinya. Kadang-kadang, kebersamaan tersebut bertahan hingga lama. Akhirnya, pasangan tersebut saling jatuh cinta dan menikah di kemudian hari.

Dalam legenda ini ada pula sosok yang disebut Cupid (berarti: the desire), yakni si bayi bersayap dengan panah yang digambarkan sebagai lambing cinta. Cupid ini adalah putra Nimrod The Hunter, dewa Matahari. Disebut Tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri.

Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani, pesta Lupercalia kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai ‘hari kasih sayang’ juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropa bahwa waktu ‘kasih sayang’ itu mulai bersemi ‘bagai burung jantan dan betina’ pada tanggal 14 Februari.

Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang berarti ‘galant atau cinta’. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari. Namun dengan berkembangnya zaman, legenda tentang seorang martir bernama St. Valentino terus bergeser jauh dari pengertian sebenarnya.

Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine melalui greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado (bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1.700 tahun yang lalu. Dan sayangnya, umat Islam pun turut serta mengikuti dan membebek saja. Padahal jelas-jelas sejarah perayaan itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam, dan bahkan sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena justru bermula dari ajaran agama lain.

VALENTINE DAY

“Misi utama kita bukanlah menjadikan kaum Muslimin beralih agama menjadi orang Kristen atau Yahudi, tapi cukuplah dengan menjauhkan mereka dari Islam… Kita jadikan mereka sebagai generasi muda Islam yang jauh dari Islam, malas bekerja keras, suka berfoya-foya, senang dengan segala kemaksiatan, memburu kenikmatan hidup, dan orientasi hidupnya semata untuk memuaskan hawa nafsunya…”

Kalimat di atas adalah cuplikan kata-kata Samuel Zwemmer, seorang tokoh Yahudi, dalam pidatonya pada Konferensi Missi di Yerussalem, 1935.
Propaganda Yahudi telah merebak luas ke seluruh penjuru dunia, menyerang pemikiran semua umat, tak terkecuali Islam. Generasi Islam-lah yang paling gencar dibuat lupa akan syari’at agamanya sendiri, sehingga akhirnya terjerumus ke lembah hitam.

Salah satu moment yang digunakan oleh kaum Yahudi untuk menghancurkan akidah generasi muda Islam adalah budaya-budaya bid’ah yang dikemas menarik dan modern, sehingga selalu diperingati setiap tahun. Sebagai contoh adalah Valentine’s Day (VD) atau yang dikenal dengan Hari Kasih Sayang. Anehnya, semua orang di penjuru dunia ini sekan terbius dengan budaya tak berdasar itu. Mall, kafe, televisi, dan pusat-pusat keramaian di kota semarak memperingatinya dengan memajang properti atau gambar-gambar berbentuk hati, pita-pita dan aksesoris berwarna merah jambu, bunga mawar, dan cokelat yang merupakan barang khas VD. Selain itu ada satu maskot yang dikenal sebagai lambang VD yaitu seorang anak telanjang bersayap yang memegang panah, dikenal dengan nama Cupid, seperti tanmpak dalam gambar. Sebagian besar kaum muda Islam mungkin larut dalam ritual tahunan ini, padahal banyak fakta gelap di balik VD dan bahkan haram merayakanya.

1. VD adalah sebuah mitos yang tak berdasar
VD konon berasal dari kisah hidup seorang Santo (orang suci dalam Katolik) yang rela menyerahkan nyawanya demi cinta orang lain. Nama orang tersebut adaah Santo Valentinus. Namun sejarah gereja sendiri tidak menemukan siapa sesungguhnya sosok Santo Valentinus. Bahkan banyak yang mengakui bahwa kisah ini tidak berdasar dan diyakini hanya merupakan mitos atau dongeng belaka. Gereja sebenarnya telah mengeluarkan surat larangan bagi pengikutnya untuk ikut-ikutan merayakan ritual tak berdasar ini, walaupun dahulu ada beberapa pendeta yang malah melanggengkan ritual adopsi Lupercalian Festival ini dengan “bungkus kekristenan”, di antaranya adalah Kaisar Konstantin sebagai Paus Pertama dan Paus Gregory I. Bahkan Paus Gelasius I (496 M) menjadikan Lupercalian Festival sebagai perayaan gereja dengan memunculkan mitos Santo Valentinus yang meninggal pada tanggal 14 Februari.

Saat ini ada tiga versi tentang cerita orang yang dianggap bernama Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari. Seorang diantaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa kekuasaan Kaisar Romawi, namun ini pun tidak pernah dijelaskan secara detail siapa sesungguhnya tokoh St. Valentine yang dimaksud. Juga dengan kisahnya yang tak pernah diketahui ujung pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda. Tiga nama Santo yang menjadi martir tersebut adalah seorang Pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Hubungan ketiganya dengan Hari Valentine juga tidak jelas.

2. VD telah diadopsi menjadi budaya gereja
Banyak yang percaya dan yakin bahwa Hari Valentine merupakan salah satu hari raya agama Kristen, bahkan mengagungkannya setelah natal. Namun ada beberapa yang menyatakan bahwa Hari Valentine sama sekali tidak ada dalam Injil, baik Injil Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Hari Valentine merupakan hasil adopsi Lupercalian Festival yang dilakukan oleh Paus Gelasius, yang sebenarnya telah dihapus oleh gereja pada tahun 1960-an. Pengapdosian tradisi dan kepercayaan Paganisme di Roma ini dilakukan oleh para penginjil agar masyarakat kota tersebut mau menerima kekristenan. Usaha ini tidak sia-sia, terbukti dengan diterimanya Kristen sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dalam masa Kekaisaran Konstantin.

3. Berasal dari ritual kaum Pagan Roma
Hari Valentine sesungguhnya telah diadopsi dari suatu ritual menjijikkan kamu Pagan di Roma, yang dinamakan Lupercalian Festival. Perayaan itu selalu berlagsung setiap tahun pada tanggal 13-18 Februari dan mencapai puncaknya tanggal 15 Februari. Dua hari pertama dipersembahkan untuk Dewi Cinta bernama Juno Februata. Pada tanggal 13 Februari pagi hari, pendeta tertinggi Pagan Roma mengumpulkan pemuda dan pemudi di kuil pemujaan. Mereka dipisah dalam dua barisan dan sama-sama menghadap altar utama. Semua nama perempuan muda ditulis dalam lembaran-lembaran kecil. Satu lembaran berisi satu nama. Lembaran-lembaran kecil tersebut kemudian dimasukkan dalam suatu wadah mirip kendi besar atau ada juga yang menyebutnya dimasukkan dalam wadah mirip botol besar.

Setelah itu sang pendeta yang memimpin upacara tersebut mempersilakan para pemuda maju satu per satu untuk mengambil satu nama gadis yang ada di dalam wadah secara acak, hingga wadah tersebut kosong. Setiap nama gadis yang terambil, maka gadis tersebut harus bersedia menjadi kekasih sang pemuda yang telah mengambilnya dan berkewajiban melayani segala yang diinginkan sang pemuda tersebut selama setahun hingga Lupercalian Festival tahun depan.

Malam tanggal 14 dan 15 mereka bebas berbuat apa saja, mengumbar syahwat tanpa ikatan pernikahan. Pada tangal 15 mereka kembali mendatangi kuil pemujaan untuk memanjatkan do’a kepada Dewa Lupercalia agar dilindungi dari gangguan serigala dan roh jahat. Dalam upacara ini, pendeta membawa dua ekor kambing dan seekor anjing yang kemudian disembelih di atas altar sebagai persembahan kepada Dewa Lupercalia atau Lupercus. Persembahan ini kemudian diikuti dengan ritual meminum anggur.

Setelah itu para pemuda mengambil satu lembar kulit kambing yang telah tersedia dan berlari di jalan-jalan kota sambil diikuti oleh para gadis. Para gadis berlomba-lomba mendapat sentuhan kulit kambing terbanyak dan para pemuda berlomba-lomba untuk dapat menyentuh gadis sebanyak-banyaknya. Para gadis percaya bahwa semakin banyak mereka tersentuh kulit kambing maka akan bertambah cantik dan subur.


4. Ada tangis di balik cokelat Valentine
Kisah ini diungkap oleh sebuah situs independen Amerika Serikat, Democrazy Now! Situs ini tepat pada tanggal 13 Februari 2004 memuat headline berjudul The Dark Side of Valentine’s Day-Ties Between the Chocolate Industry and Child Slavery (SIsi Gelap Antara Hari Valentine dengan Perbudakan Anak) yang merupakan sebuah artikel hasil wawancara antara jurnalis kawakan Amerika, Amy Goodman dengan Melissa Schweisguth, salah seorang koordinator Exchange Trade Fair.

Pada intinya bahwa 70% kokoa yang merupakan bahan dasar pembuatan makanan cokelat itu berasal dari Afrika Barat dengan 42%nya berasal dari daerah Pantai Gading. Afrika Barat merupakan penghasil kokoa terbesar dunia, terutama bagi produsen-produsen cokelat seperti M&M atau Mars. Faktanya, terdapat lebih dari 284.000 anak-anak kecil yang dipekerjakan di sana dengan kondisi dan upah yang jauh dari standar minimal. Awalnya temuan ini disangkal oleh industri di sana, namun karena berbagai tekanan yang ada dari lembaga pemantau keselamatan anak dan juga dari berbagai LSM dunia, maka mereka akhirnya menerima adanya permasalahan itu dan berjanji akan melakukan “rencana perbaikan”, namun yang disebut sebagai “rencana perbaikan” itu ternyata tidak melingkupi standar gaji dan standar hidup yang layak bagi anak-anak pekerja tersebut.

5. VD adalah sebuah tradisi jahiliyyah modern
Jahl, menurut Ibnu Taimiyyah berarti “yang tidak memiliki atau tidak mengikuti ilmu.” Selanjutnya, “Orang yang tidak tahu haq (kebenaran) adalah jahil ringan. Dan jika ia meyakini sesuatu sesuatu yang bertentangan dengan haq sebagai suatu kebenaran, maka ia disebut jahil murakkab (tolol kuadrat). Sama halnya, orang yang mengamalkan sesuatu yang bertentangan dengan haq, ia disebut jahil sekalipun orang tersebut tahu bahwa yang diamalkannya itu bertentangan dengan haq.

Al-Qur’an tidak mendefinisikan istilah jahiliyyah dalam pemaknaan ruang dan waktu, tetapi lebih kepada pemaknaan akidah dan sikap hidup umat-Nya. Muhammad Quthb dalam kitab Ru’yah Islamiyah liahwalil ‘Alamil Mu’ashir (Darul Wathon li an-nasyari, 14411 H/1991 M) yang diterbitkan oleh edisi Indonesianya oleh Yayasan SIDIK pada April 1996 menegaskan: “Jahiliyyah tidak terbatas pada zaman dan tempat serta komunitas atau bangsa tertentu. Ia menyangkut tashawwur tertentu dan suluk tertentu. Ia merupakan persepsi dan pola sikap. Kapan dan di mana saja terdapat tashawwur dan suluk jahiliyyah, maka dia adalah jahiliyyah, tidak peduli pada zaman, tempat, dan bangsa apa saja.

Hari Valentine meski dibungkus dengan cokelat, bunga, dan hiasan-hiasan yang menarik hati, sesungguhnya ia adalah adopsi dari budaya mengumbar syahwat milik kaum Pagan Roma, Lupercalian Festival, yang tidak ada dasarnya sama sekali. Inilah salah satu bentuk kejahiliyyahan modern. Siapa pun yang merayakannya dengan dalih apa pun, maka ia telah melakukan suatu bentuk kebodohan (al-jahl) dan pantas diberi gelar sebagai kaum jahiliyyah.

6. VD haram hukumnya
Berpartisipasi sekecil apa pun dalam perayaan Valentine, bahkan sekedar mengucapkannya, adalah haram hukumnya. Inilah dalil-dalil yang secara jelas mengharamkan Valentine.

Allah berfirman dalam QS. Al Maaidah ayat 51 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesnungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.“

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban.” (QS. Al Isra’ : 36)

Rasulullah SAW dalam suatu haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar menyatakan, “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.”

“Barangsiapa melakukan amal yang tiada didasari perintahku (Qur’an dan Sunnah), maka amal perbuatannya tertolak.” (HR. Ahmad) 

Wallohu A’lam … semoga bermanfaat


0 Comments:

Posting Komentar