VALENTINE'S DAY
SEJARAH KEGELAPAN
VD
Perayaan Hari
Kasih Sayang ini memiliki perpaduan sebuah tradisi yang bernuansa Kristiani dan
Roma kuno. Dan memang ada beberapa versi yang menjelaskan asal muasal perayaan
Valentine’s Day. Salah satu versi menyebutkan, dahulu ada seorang pemimpin
agama Katolik bernama Valentine bersama rekannya Santo Marius yang secara
diam-diam menentang kebijakan pemerintahan Kaisar Claudius II (268-270 M) kala
itu. Pasalnya, kaisar tersebut menganggap bahwa seorang pemuda yang belum
berkeluarga akan lebih baik performanya ketika berperang. Karena itu, ia
melarang para pemuda untuk menikah demi menciptakan prajurit perang yang
potensial. Nah, Valentine tidak setuju dengan peraturan tersebut. Ia secara
diam-diam tetap menikahkan setiap pasangan muda-mudi yang berniat untuk
mengikat janji dalam sebuah perkawinan. Hal ini dilakukannya secara rahasia.
Namun ibarat pepatah sepandai-pandai tupai melompat, ia akan jatuh juga.
Demikian pula dengan aksi yang dilakukan Valentine, lambat laun pun tercium
oleh Claudius II.
Valentine harus
menanggung perbuatannya, dijebloskan ke penjara dan diancam hukuman mati. Dalam
legenda ini, Valentine didapati jatuh hati kepada anak gadis seorang sipir,
penjaga penjara. Gadis yang dikasihinya senantiasa setia untuk menjenguk
Valentine di penjara kala itu. Tragisnya, sebelum ajal tiba bagi Valentine, ia
meninggalkan pesan dalam sebuah surat untuknya. Ada tiga buah kata yang
tertulis sebagai tanda tangannya di akhir surat dan menjadi populer hingga saat
ini- “From Your Valentine.”
Ekspresi dari perwujudan
cinta Valentine terhadap gadis yang dicintainya itu masih terus digunakan oleh
orang-orang masa kini. Sementara itu, The Encyclopedia Britannica, Vol. 12
halaman 242 menyebutkan, kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak
ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of
Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang
St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis.
Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin
burung dalam puisinya (lihat The World Book Encyclopedia, 1998).
Sejak itu
mengirimkan kartu bertuliskan “Be My Valentine” menjadi tradisi mengikuti hari
kasih sayang. Sekitar 200 tahun sesudah kisah di atas, Paus Gelasius meresmikan
tanggal 14 Februari tahun 496 sesudah Masehi sebagai hari untuk memperingati
Santo Valentine. Gelar Saint atau Santo diberikan karena kebaikan dan
ketulusannya menolong muda-mudi yang jatuh cinta untuk melangsungkan
pernikahan. Untuk mengagungkan St. Valentine yang dianggap sebagai simbol
ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cubaan hidup, maka para
pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai ‘upacara keagamaan’.
Tetapi sejak abad
16 M, ‘upacara keagamaan’ tersebut mulai berangsur-angsur hilang dan berubah
menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan
pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Lupercalia” yang
jatuh pada tanggal 15 Februari. Ya, versi lain tentang Valentine menjelaskan
bahwa hari itu berkaitan dengan tradisi kuno bangsa Romawi. Dimulai pada zaman
Roma kuno tanggal 14 Febuari, yang merupakan hari raya untuk memperingati Dewi
Juno. Ia merupakan ratu dari segala dewa dan dewi kepercayaan bangsa Roma.
Orang Romawi pun mengakui kalau dewi ini merupakan dewi bagi kaum perempuan dan
perkawinan. Dan sehari setelahnya yaitu tanggal 15 Februari merupakan perayaan
Lupercalia.
Pada perayaan
Lupercalia inilah, remaja-remaja lelaki dan perempuan harus dipisahkan satu sama
lain. Namun, pada malam sebelum Lupercalia, nama-nama anak perempuan Romawi
yang sudah ditulis di atas kertas dimasukkan ke dalam botol. Nah, setiap anak
lelaki akan menarik sebuah kertas. Dan anak perempuan yang namanya tertulis di
atas kertas itulah yang akan menjadi pasangannya selama festival Lupercalia
berlangsung, keesokan harinya. Kadang-kadang, kebersamaan tersebut bertahan
hingga lama. Akhirnya, pasangan tersebut saling jatuh cinta dan menikah di
kemudian hari.
Dalam legenda ini
ada pula sosok yang disebut Cupid (berarti: the desire), yakni si bayi bersayap
dengan panah yang digambarkan sebagai lambing cinta. Cupid ini adalah putra
Nimrod The Hunter, dewa Matahari. Disebut Tuhan Cinta, karena ia rupawan
sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri.
Setelah
orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani, pesta Lupercalia kemudian dikaitkan
dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St.
Valentine sebagai ‘hari kasih sayang’ juga dikaitkan dengan kepercayaan orang
Eropa bahwa waktu ‘kasih sayang’ itu mulai bersemi ‘bagai burung jantan dan
betina’ pada tanggal 14 Februari.
Dalam bahasa
Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang
berarti ‘galant atau cinta’. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine
menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan
hidupnya pada tanggal 14 Februari. Namun dengan berkembangnya zaman, legenda
tentang seorang martir bernama St. Valentino terus bergeser jauh dari pengertian
sebenarnya.
Manusia pada
zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di
mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine melalui greeting card,
pesta persaudaraan, tukar kado (bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya
tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1.700 tahun yang
lalu. Dan sayangnya, umat Islam pun turut serta mengikuti dan membebek saja.
Padahal jelas-jelas sejarah perayaan itu sendiri sama sekali tidak ada
hubungannya dengan Islam, dan bahkan sangat bertentangan dengan ajaran Islam
karena justru bermula dari ajaran agama lain.
VALENTINE
DAY
“Misi utama kita
bukanlah menjadikan kaum Muslimin beralih agama menjadi orang Kristen atau
Yahudi, tapi cukuplah dengan menjauhkan mereka dari Islam… Kita jadikan mereka
sebagai generasi muda Islam yang jauh dari Islam, malas bekerja keras, suka
berfoya-foya, senang dengan segala kemaksiatan, memburu kenikmatan hidup, dan
orientasi hidupnya semata untuk memuaskan hawa nafsunya…”
Kalimat di atas
adalah cuplikan kata-kata Samuel Zwemmer, seorang tokoh Yahudi, dalam pidatonya
pada Konferensi Missi di Yerussalem, 1935.
Propaganda Yahudi
telah merebak luas ke seluruh penjuru dunia, menyerang pemikiran semua umat,
tak terkecuali Islam. Generasi Islam-lah yang paling gencar dibuat lupa akan
syari’at agamanya sendiri, sehingga akhirnya terjerumus ke lembah hitam.
Salah satu moment
yang digunakan oleh kaum Yahudi untuk menghancurkan akidah generasi muda Islam
adalah budaya-budaya bid’ah yang dikemas menarik dan modern, sehingga selalu
diperingati setiap tahun. Sebagai contoh adalah Valentine’s Day (VD) atau yang
dikenal dengan Hari Kasih Sayang. Anehnya, semua orang di penjuru dunia ini
sekan terbius dengan budaya tak berdasar itu. Mall, kafe, televisi, dan
pusat-pusat keramaian di kota semarak memperingatinya dengan memajang properti
atau gambar-gambar berbentuk hati, pita-pita dan aksesoris berwarna merah
jambu, bunga mawar, dan cokelat yang merupakan barang khas VD. Selain itu ada
satu maskot yang dikenal sebagai lambang VD yaitu seorang anak telanjang
bersayap yang memegang panah, dikenal dengan nama Cupid, seperti tanmpak dalam
gambar. Sebagian besar kaum muda Islam mungkin larut dalam ritual tahunan ini,
padahal banyak fakta gelap di balik VD dan bahkan haram merayakanya.
1. VD
adalah sebuah mitos yang tak berdasar
VD konon berasal
dari kisah hidup seorang Santo (orang suci dalam Katolik) yang rela menyerahkan
nyawanya demi cinta orang lain. Nama orang tersebut adaah Santo Valentinus.
Namun sejarah gereja sendiri tidak menemukan siapa sesungguhnya sosok Santo
Valentinus. Bahkan banyak yang mengakui bahwa kisah ini tidak berdasar dan
diyakini hanya merupakan mitos atau dongeng belaka. Gereja sebenarnya telah
mengeluarkan surat larangan bagi pengikutnya untuk ikut-ikutan merayakan ritual
tak berdasar ini, walaupun dahulu ada beberapa pendeta yang malah melanggengkan
ritual adopsi Lupercalian Festival ini dengan “bungkus kekristenan”, di
antaranya adalah Kaisar Konstantin sebagai Paus Pertama dan Paus Gregory I.
Bahkan Paus Gelasius I (496 M) menjadikan Lupercalian Festival sebagai perayaan
gereja dengan memunculkan mitos Santo Valentinus yang meninggal pada tanggal 14
Februari.
Saat ini ada tiga
versi tentang cerita orang yang dianggap bernama Valentine yang meninggal pada
tanggal 14 Februari. Seorang diantaranya dilukiskan sebagai orang yang mati
pada masa kekuasaan Kaisar Romawi, namun ini pun tidak pernah dijelaskan secara
detail siapa sesungguhnya tokoh St. Valentine yang dimaksud. Juga dengan
kisahnya yang tak pernah diketahui ujung pangkalnya karena tiap sumber
mengisahkan cerita yang berbeda. Tiga nama Santo yang menjadi martir tersebut
adalah seorang Pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan
seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Hubungan ketiganya dengan Hari
Valentine juga tidak jelas.
2. VD
telah diadopsi menjadi budaya gereja
Banyak yang
percaya dan yakin bahwa Hari Valentine merupakan salah satu hari raya agama
Kristen, bahkan mengagungkannya setelah natal. Namun ada beberapa yang
menyatakan bahwa Hari Valentine sama sekali tidak ada dalam Injil, baik Injil
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Hari Valentine merupakan hasil adopsi Lupercalian
Festival yang dilakukan oleh Paus Gelasius, yang sebenarnya telah dihapus oleh
gereja pada tahun 1960-an. Pengapdosian tradisi dan kepercayaan Paganisme di
Roma ini dilakukan oleh para penginjil agar masyarakat kota tersebut mau
menerima kekristenan. Usaha ini tidak sia-sia, terbukti dengan diterimanya
Kristen sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dalam masa Kekaisaran Konstantin.
3. Berasal
dari ritual kaum Pagan Roma
Hari Valentine
sesungguhnya telah diadopsi dari suatu ritual menjijikkan kamu Pagan di Roma,
yang dinamakan Lupercalian Festival. Perayaan itu selalu berlagsung setiap
tahun pada tanggal 13-18 Februari dan mencapai puncaknya tanggal 15 Februari.
Dua hari pertama dipersembahkan untuk Dewi Cinta bernama Juno Februata. Pada
tanggal 13 Februari pagi hari, pendeta tertinggi Pagan Roma mengumpulkan pemuda
dan pemudi di kuil pemujaan. Mereka dipisah dalam dua barisan dan sama-sama
menghadap altar utama. Semua nama perempuan muda ditulis dalam
lembaran-lembaran kecil. Satu lembaran berisi satu nama. Lembaran-lembaran
kecil tersebut kemudian dimasukkan dalam suatu wadah mirip kendi besar atau ada
juga yang menyebutnya dimasukkan dalam wadah mirip botol besar.
Setelah itu sang
pendeta yang memimpin upacara tersebut mempersilakan para pemuda maju satu per
satu untuk mengambil satu nama gadis yang ada di dalam wadah secara acak,
hingga wadah tersebut kosong. Setiap nama gadis yang terambil, maka gadis
tersebut harus bersedia menjadi kekasih sang pemuda yang telah mengambilnya dan
berkewajiban melayani segala yang diinginkan sang pemuda tersebut selama
setahun hingga Lupercalian Festival tahun depan.
Malam tanggal 14
dan 15 mereka bebas berbuat apa saja, mengumbar syahwat tanpa ikatan
pernikahan. Pada tangal 15 mereka kembali mendatangi kuil pemujaan untuk
memanjatkan do’a kepada Dewa Lupercalia agar dilindungi dari gangguan serigala
dan roh jahat. Dalam upacara ini, pendeta membawa dua ekor kambing dan seekor
anjing yang kemudian disembelih di atas altar sebagai persembahan kepada Dewa
Lupercalia atau Lupercus. Persembahan ini kemudian diikuti dengan ritual
meminum anggur.
Setelah itu para
pemuda mengambil satu lembar kulit kambing yang telah tersedia dan berlari di
jalan-jalan kota sambil diikuti oleh para gadis. Para gadis berlomba-lomba
mendapat sentuhan kulit kambing terbanyak dan para pemuda berlomba-lomba untuk
dapat menyentuh gadis sebanyak-banyaknya. Para gadis percaya bahwa semakin
banyak mereka tersentuh kulit kambing maka akan bertambah cantik dan subur.
4. Ada
tangis di balik cokelat Valentine
Kisah ini
diungkap oleh sebuah situs independen Amerika Serikat, Democrazy Now! Situs ini
tepat pada tanggal 13 Februari 2004 memuat headline berjudul The Dark Side of
Valentine’s Day-Ties Between the Chocolate Industry and Child Slavery (SIsi
Gelap Antara Hari Valentine dengan Perbudakan Anak) yang merupakan sebuah
artikel hasil wawancara antara jurnalis kawakan Amerika, Amy Goodman dengan
Melissa Schweisguth, salah seorang koordinator Exchange Trade Fair.
Pada intinya
bahwa 70% kokoa yang merupakan bahan dasar pembuatan makanan cokelat itu
berasal dari Afrika Barat dengan 42%nya berasal dari daerah Pantai Gading.
Afrika Barat merupakan penghasil kokoa terbesar dunia, terutama bagi
produsen-produsen cokelat seperti M&M atau Mars. Faktanya, terdapat lebih
dari 284.000 anak-anak kecil yang dipekerjakan di sana dengan kondisi dan upah
yang jauh dari standar minimal. Awalnya temuan ini disangkal oleh industri di
sana, namun karena berbagai tekanan yang ada dari lembaga pemantau keselamatan
anak dan juga dari berbagai LSM dunia, maka mereka akhirnya menerima adanya
permasalahan itu dan berjanji akan melakukan “rencana perbaikan”, namun yang
disebut sebagai “rencana perbaikan” itu ternyata tidak melingkupi standar gaji
dan standar hidup yang layak bagi anak-anak pekerja tersebut.
5. VD
adalah sebuah tradisi jahiliyyah modern
Jahl, menurut
Ibnu Taimiyyah berarti “yang tidak memiliki atau tidak mengikuti ilmu.”
Selanjutnya, “Orang yang tidak tahu haq (kebenaran) adalah jahil ringan. Dan
jika ia meyakini sesuatu sesuatu yang bertentangan dengan haq sebagai suatu
kebenaran, maka ia disebut jahil murakkab (tolol kuadrat). Sama halnya, orang
yang mengamalkan sesuatu yang bertentangan dengan haq, ia disebut jahil
sekalipun orang tersebut tahu bahwa yang diamalkannya itu bertentangan dengan
haq.
Al-Qur’an tidak
mendefinisikan istilah jahiliyyah dalam pemaknaan ruang dan waktu, tetapi lebih
kepada pemaknaan akidah dan sikap hidup umat-Nya. Muhammad Quthb dalam kitab
Ru’yah Islamiyah liahwalil ‘Alamil Mu’ashir (Darul Wathon li an-nasyari, 14411
H/1991 M) yang diterbitkan oleh edisi Indonesianya oleh Yayasan SIDIK pada
April 1996 menegaskan: “Jahiliyyah tidak terbatas pada zaman dan tempat serta
komunitas atau bangsa tertentu. Ia menyangkut tashawwur tertentu dan suluk
tertentu. Ia merupakan persepsi dan pola sikap. Kapan dan di mana saja terdapat
tashawwur dan suluk jahiliyyah, maka dia adalah jahiliyyah, tidak peduli pada
zaman, tempat, dan bangsa apa saja.
Hari Valentine
meski dibungkus dengan cokelat, bunga, dan hiasan-hiasan yang menarik hati,
sesungguhnya ia adalah adopsi dari budaya mengumbar syahwat milik kaum Pagan
Roma, Lupercalian Festival, yang tidak ada dasarnya sama sekali. Inilah salah
satu bentuk kejahiliyyahan modern. Siapa pun yang merayakannya dengan dalih apa
pun, maka ia telah melakukan suatu bentuk kebodohan (al-jahl) dan pantas diberi
gelar sebagai kaum jahiliyyah.
6. VD
haram hukumnya
Berpartisipasi
sekecil apa pun dalam perayaan Valentine, bahkan sekedar mengucapkannya, adalah
haram hukumnya. Inilah dalil-dalil yang secara jelas mengharamkan Valentine.
Allah berfirman
dalam QS. Al Maaidah ayat 51 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesnungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.“
“Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban.”
(QS. Al Isra’ : 36)
Rasulullah SAW
dalam suatu haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ibnu
Umar menyatakan, “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum
tersebut.”
“Barangsiapa
melakukan amal yang tiada didasari perintahku (Qur’an dan Sunnah), maka amal
perbuatannya tertolak.” (HR. Ahmad)
Wallohu A’lam
… semoga bermanfaat
0 Comments:
Posting Komentar